Kejaksaan Negeri Gowa di Sulawesi Selatan telah mengambil langkah serius dengan mengajukan banding atas putusan terhadap Annar Salahuddin Sampetoding, terdakwa utama pabrik uang palsu yang beroperasi di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Dalam sidang sebelumnya, ia dijatuhi hukuman lima tahun penjara, sebuah keputusan yang dianggap terlalu ringan oleh pihak kejaksaan.
Langkah banding ini diambil sebagai reaksi dari Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, yang berargumen bahwa tindakan Sampetoding mengancam stabilitas keuangan negara. Menurutnya, hukuman tersebut tidak mencerminkan keadilan yang sebanding dengan pelanggaran yang dilakukan.
Mengapa Banding Diajukan oleh Kejaksaan Negeri Gowa?
Keputusan untuk mengajukan banding muncul setelah pertimbangan mendalam mengenai dampak dari aksi kejahatan Sampetoding. Kasus ini tidak hanya menyentuh aspek hukum, tetapi juga mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap mata uang negara. Kejaksaan menganggap, penegakan hukum yang tegas adalah langkah krusial untuk mencegah kejahatan serupa di masa depan.
Soetarmi menambahkan bahwa JPU sebelumnya menuntut hukuman selama delapan tahun penjara dan denda Rp100.000.000, namun majelis hakim memutuskan untuk menghukum Sampetoding selama lima tahun. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan penegak hukum bahwa putusan ini tidak sejalan dengan tujuan untuk memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan.
Pihak kejaksaan juga merasa perlu mengedukasi publik mengenai risiko dan konsekuensi dari kejahatan uang palsu. Masyarakat harus mengetahui bahwa tindakan tersebut dapat merugikan dan berdampak negatif pada perekonomian nasional, sehingga keadilan harus ditegakkan secara serius.
Analisis Terhadap Putusan Majelis Hakim
Putusan yang menjatuhkan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp300 juta dengan ketentuan subsider selama tiga bulan kurungan tidak diterima dengan baik oleh pihak penuntut umum. Mereka merasa bahwa hukuman tersebut tidak mencerminkan pelanggaran serius yang telah dilakukan oleh terdakwa.
Berdasarkan Pasal 37 ayat (2) UU No 7 Tahun 2011 tentang mata uang, yang dilanggar oleh Sampetoding, kejahatan yang berkaitan dengan uang palsu seharusnya mendapat perhatian khusus. Penegakan hukum dalam kasus-kasus semacam ini sangat penting agar pelaku lain tidak merasa kebal hukum.
Majelis hakim mengungkapkan bahwa keputusan mereka diambil setelah mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk keterangan saksi dan alat bukti yang diajukan. Namun, untuk pihak yang terdampak, termasuk masyarakat, hukuman tersebut dirasa tidak memadai.
Pentingnya Penegakan Hukum yang Tegas
Kejaksaan Negeri Gowa menganggap bahwa langkah untuk mengajukan banding adalah suatu bentuk komitmen terhadap penegakan hukum. Dalam kasus seperti ini, penegakan hukum yang tegas diperlukan agar kejahatan uang palsu tidak semakin marak. Mengingat dampaknya yang luas, masyarakat berhak mendapatkan perlindungan dari tindakan kriminalitas yang merugikan.
Dengan mengajukan banding, pihak kejaksaan berharap agar pengadilan yang lebih tinggi bisa memberi putusan yang lebih sesuai dengan jenis kejahatan yang dilakukan. Ini bukan hanya soal menghukum individu, tetapi menunjukkan bahwa negara serius dalam menangani kejahatan seperti itu.
Pentingnya bimbingan dan edukasi kepada masyarakat mengenai isu-isu keuangan juga menjadi perhatian. Dengan demikian, diharapkan masyarakat akan lebih berhati-hati dan memahami risiko lebih dalam terkait dengan uang palsu.