Wakil Menteri Agama Romo Muhammad Syafi’i memberikan tanggapan tegas terkait perilaku Mohammad Elham Yahya Luqman, yang dikenal sebagai Gus Elham, yang mencium anak-anak perempuan. Perbuatan tersebut menuai banyak kritik dan dianggap tidak pantas, terutama dari sosok yang dijadwalkan sebagai pemuka agama di masyarakat.
“Kita sepakat dengan publik, bahwa itu tidak pantas!,” tegas Romo Syafi’i saat memberikan keterangan di Jakarta. Reaksi masyarakat tercermin dalam beredarnya foto-foto dan kampanye di media sosial yang mengecam tindakan Gus Elham tersebut.
Foto-foto yang tersebar di media sosial itu menunjukkan kolase berbagai momen Gus Elham mencium anak-anak perempuan. Hal ini memicu reaksi negatif dari banyak warganet, yang menilai tindakan tersebut sangat menjijikkan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi oleh seorang pemuka agama.
Sementara itu, ada pula yang berpendapat bahwa tindakan Gus Elham bisa jadi merupakan bentuk ekspresi kasih sayang. Namun, banyak yang setuju bahwa batasan dalam menunjukkan kasih sayang, terutama terhadap anak-anak, perlu diperhatikan dengan sangat serius.
Romo Syafi’i menekankan bahwa Kemenag telah mengeluarkan pedoman mengenai lingkungan ramah anak yang harus diterapkan di madrasah dan pesantren. Pedoman ini tercantum dalam Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Islam dan bertujuan untuk melindungi hak anak sebagai peserta didik.
Pentingnya Lingkungan Ramah Anak di Madrasah dan Pesantren
Kemenag berkomitmen untuk memastikan bahwa lingkungan pendidikan, termasuk madrasah dan pesantren, menjadi tempat yang aman bagi anak-anak. Ini termasuk menghindari semua bentuk tindak kekerasan dan pelecehan yang tidak seharusnya diterima oleh anak-anak dalam proses belajar mereka.
“Ada surat keputusan dari Dirjen Pendis yang mengharuskan agar anak-anak di madrasah dan pesantren mendapatkan hak-hak mereka sebagai peserta didik,” tambah Romo Syafi’i. Pedoman ini diharapkan bisa menjadi acuan bagi semua lembaga pendidikan untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan siswa.
Pengawasan yang lebih ketat menjadi bagian dari langkah-langkah tersebut. Romo Syafi’i juga menegaskan pentingnya evaluasi dan peningkatan pemantauan terhadap perilaku semua pihak yang terlibat dalam pendidikan keagamaan.
Kasus-kasus yang meresahkan seperti ini menuntut perhatian ekstra dari Kemenag. “Tentu saja kasus-kasus itu mungkin tetap ada, tetapi kita perlu sepakat untuk meningkatkan pengawasan kedepannya,” jelasnya.
Tanggung Jawab Kemenag terhadap Penegakan Etika Agama
Romo Syafi’i menyatakan bahwa penegakan etika dalam ruang publik juga merupakan tanggung jawab Kemenag. Penyampaian etika yang baik menjadi sangat penting agar masyarakat memahami batasan yang seharusnya dijunjung tinggi.
Menanggapi kemungkinan pemanggilan pihak terkait, Romo Syafi’i mengungkapkan bahwa pengawasan dan penertiban perlu dilakukan untuk memastikan bahwa perilaku mengkhawatirkan seperti ini tidak terulang di kemudian hari.
“Kami akan mengambil tindakan yang diperlukan untuk memastikan bahwa ada pertanggungjawaban bagi pihak-pihak yang terlibat dalam situasi ini,” ujarnya. Hal ini ditekankan agar kejadian serupa bisa dicegah dan tidak terjadi lagi di masa depan.
Romo Syafi’i menambahkan bahwa ketika ada pelanggaran etika, pihak yang bersangkutan harus mendapatkan edukasi tentang batasan-batasan yang seharusnya dipatuhi dalam interaksi dengan anak-anak. Hal ini penting untuk menciptakan suasana yang lebih baik dan lebih aman.
Pentingnya Edukasi dan Pemahaman Masyarakat tentang Kasih Sayang
Masyarakat juga diharapkan dapat memahami bagaimana menunjukkan kasih sayang dengan cara yang benar. Ini penting untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap pemuka agama serta sistem pendidikan yang ada.
Kemampuan menjaga batasan dalam menunjukkan kasih sayang adalah hal yang fundamental. Kesadaran akan hal ini perlu ditanamkan agar situasi yang tidak diinginkan seperti yang terjadi pada Gus Elham bisa dihindari di masa mendatang.
Romo Syafi’i mengajak masyarakat untuk bersama-sama menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung untuk generasi muda. Mengedukasi diri dan orang lain tentang pentingnya batasan dalam kasih sayang sangat krusial dalam konteks ini.
Dengan program-program yang lebih terarah dan pedoman yang jelas, diharapkan madrasah dan pesantren bisa menjadi rumah kedua bagi anak-anak. Tempat di mana mereka bisa tumbuh dan belajar tanpa takut terhadap tindakan yang merugikan mereka.















