Polda Metro Jaya telah menetapkan dua tersangka dalam kasus penipuan yang melibatkan eks Gubernur Bengkulu, Agusrin Maryono Najamuddin, dan mantan Anggota DPR RI, Raden Saleh Abdul Malik. Kedua individu ini kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) setelah berurusan dengan pihak kepolisian terkait dugaan penipuan dengan modus cek kosong.
Menurut kuasa hukum PT Tirto Alam Cindo (PT TAC), Imam Nugroho, berkas perkara terkait kedua tersangka telah dinyatakan lengkap oleh pihak kejaksaan. Ini menandakan bahwa tahap berikutnya ialah pelimpahan proses hukum yang melibatkan tersangka dan barang buktinya ke pengadilan.
“Karena tidak mengetahui keberadaan kedua tersangka, Polda Metro Jaya pada 14 Oktober 2025 akhirnya mengeluarkan DPO,” ungkap Imam dalam keterangan resminya.
Awal Mula Kasus Penipuan yang Melibatkan Dua Tokoh Ini
Kasus yang melibatkan Agusrin dan Raden Saleh bermula pada 27 Maret 2017. Saat itu, PT TAC menandatangani perjanjian dengan PT Anugrah Pratama Inspirasi (PT API), yang merupakan milik Agusrin. Dalam perjanjian tersebut, PT API memberikan kuasa kepada PT TAC untuk menggunakan izin HPH (Hak Pengusahaan Hutan) yang dimiliki oleh PT API.
Setelah penandatanganan perjanjian, pada 18 April 2017, kedua perusahaan memperkuat kerjasama dan membentuk satu perusahaan baru bernama PT Citra Karya Inspirasi (PT CKI). Komposisi saham pada perusahaan tersebut adalah PT TAC menguasai 52,5 persen, sedangkan PT API memiliki 47,5 persen.
Seiring waktu, muncul rencana pelepasan saham karena PT API berencana menjual HPH miliknya kepada pihak ketiga. Agusrin berpikir bahwa menjual HPH bersamaan dengan pabrik pengolahan kayu yang dibangun oleh PT CKI akan menjadi langkah yang lebih mudah.
Kesepakatan dan Permasalahan Dalam Transaksi
Agusrin menawarkan agar PT TAC yang membeli izin HPH tersebut, namun tawaran ini ditolak. Pada malam 7 Mei 2019, pimpinan PT TAC dan PT API melakukan pertemuan di PT CKI untuk mendiskusikan tawaran tersebut lebih lanjut. Dalam pertemuan itu, kesepakatan harga ditentukan sebesar Rp33,3 miliar.
Pihak Agusrin kemudian memberikan down payment sebesar Rp2,5 miliar disusul dengan pembayaran selanjutnya sebesar Rp4,7 miliar. Sebagai bagian dari transaksi, mereka menyerahkan dua lembar cek, masing-masing senilai Rp10,5 miliar dan Rp20 miliar.
Namun, masalah mulai muncul ketika cek yang diberikan hendak dicairkan dan ternyata diketahui kosong. Merasa tertipu, Agusrin dan Raden Saleh melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya pada 17 Maret 2020, dengan nomor laporan LP/1812/III/YAN. 2.5/2020/SPKTPMJ.
Dugaan Tindakan Kriminal dan Proses Hukum Selanjutnya
Laporan tersebut mencakup dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan yang diatur dalam berbagai pasal, termasuk Pasal 378 dan 372 KUHP. Ini juga mencakup pelanggaran terhadap undang-undang pencucian uang dengan referensi ke UU No.8 Tahun 2010. Dengan tuduhan ini, proses hukum mulai berlanjut.
Dalam perkembangan terbaru, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto, mengonfirmasi bahwa DPO sudah diterbitkan atas nama Agusrin dan Raden Saleh. Menurutnya, berkas perkara sudah lengkap dan tinggal menunggu tahap pelimpahan.
“Pihak tersangka telah dipanggil, namun tidak hadir dalam pemeriksaan. Oleh karena itu, kami mengambil langkah untuk menerbitkan DPO,” jelas Budi, menekankan kepentingan penegakan hukum yang konsisten.













