Dalam forum diskusi yang berlangsung di hari pertama, topik ‘Konsep dan Indikator Jakarta Kota Sinema’ menjadi sorotan utama. Ketiga pembicara yang dihadirkan memiliki latar belakang yang kuat di dunia perfilman, yaitu kritikus film Eric Sasono, penggagas Jakarta Cinema Club Christian Putra, serta Presiden Indonesian Cinematographers Society Agni Ariatama.
Menurut Agni, Jakarta sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan kota sinema yang inspiratif. “Kita perlu kebijakan yang terintegrasi dan partisipatif agar film bisa menjadi bagian dari identitas budaya Jakarta,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menambahkan bahwa modal yang ada saat ini cukup signifikan, dengan 141 rumah produksi yang terdaftar di Jakarta, menyumbang sekitar 80 persen dari total kuantitas nasional. Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa Jakarta adalah platform yang sangat potensial untuk industri film.
Peran Kebijakan Terintegrasi dalam Mendorong Perfilman Jakarta
Dalam diskusinya, Eric menyoroti pentingnya dukungan finansial dari pemerintah untuk industri perfilman. Menurutnya, insentif pajak dan hibah non-profit bisa menjadi pilihan untuk mendorong kreativitas para pembuat film lokal.
Igai ora permasalahan lain yang mencolok adalah terbatasnya ruang untuk pemutaran film di Jakarta. Eric percaya bahwa dengan meningkatkan kapasitas tempat pemutaran, industri perfilman Jakarta dapat berkembang lebih pesat.
Kebijakan yang mendukung tidak hanya akan membantu produksi, tetapi juga memfasilitasi distribusi film yang lebih baik. Hal ini penting agar karya-karya perfilman dapat dijangkau oleh penonton yang lebih luas.
Adopsi Status ‘Kota Sinema’ dan Tantangan yang Dihadapi
Ketiga pembicara sepakat bahwa status ‘Kota Sinema’ dari UNESCO Creative Cities of Film Network (UCCN) perlu dipastikan. Mereka menyebutkan bahwa saat ini ada keraguan apakah Jakarta bisa memegang lebih dari satu identitas, mengingat statusnya sebagai City of Literature sudah lebih dulu disandang.
Pentingnya memperoleh pengakuan ini tidak bisa dianggap remeh, sebab dapat membuka peluang baru dalam sektor perfilman. Pengakuan internasional akan meningkatkan daya tarik Jakarta sebagai lokasi syuting dan festival film.
Namun, mereka juga menegaskan bahwa tanpa Jakarta Film Commission, tantangan dalam industri film akan sulit diatasi. Komisi ini diharapkan menjadi penghubung antara pemerintah dan pelaku perfilman dalam menyelesaikan berbagai kendala.
Realitas Permasalahan dalam Proses Syuting di Jakarta
Salah satu masalah utama yang dihadapi pelaku perfilman adalah kesulitan dalam mendapatkan izin syuting. Agni menyatakan bahwa proses perizinan yang rumit seringkali menjadi hambatan bagi para produser dan tim produksi.
Selain itu, gangguan-gangguan selama proses syuting, mulai dari ketidakpastian cuaca hingga masalah lalu lintas, juga menjadi tantangan tersendiri. Hal ini menghambat kreativitas dan efisiensi dalam pembuatan film.
Untuk mengatasi berbagai kendala ini, kolaborasi yang lebih erat antara pelaku perfilman dan pemerintah sangat dibutuhkan. Meningkatkan kecepatan dan kemudahan dalam proses perizinan bisa menjadi langkah awal yang baik.















