Indonesia memiliki potensi sumber daya panas bumi yang sangat besar, mencapai angka 23.742 Megawatt (MW). Dari total tersebut, hanya sekitar 10 persen yang telah dimanfaatkan, sehingga masih ada 90 persen potensi yang bisa dikembangkan lebih lanjut. Ini menunjukkan betapa besarnya peluang bagi negara ini untuk memanfaatkan energi terbarukan, khususnya panas bumi.
Keberadaan sumber daya ini menjadikan Indonesia berada di posisi kedua secara global dalam hal produksi listrik menggunakan panas bumi. Dengan kapasitas terpasang sebesar 2.744 MW, Indonesia hanya tertinggal dari Amerika Serikat yang memiliki 3.937 MW listrik dari panas bumi. Potensi ini menjadi sorotan penting di tengah upaya global untuk beralih ke energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Dalam konteks ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menekankan pentingnya pengembangan sektor panas bumi. Pada acara pembukaan Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2025, ia menjelaskan bahwa energi geotermal adalah salah satu sumber energi baru terbarukan yang harus dikelola secara optimal, mengingat cadangan Indonesia yang paling besar di dunia.
Langkah-Langkah Strategis untuk Mendorong Pengembangan Energi Panas Bumi
Bahlil menyoroti kebutuhan mendesak akan reformasi dalam regulasi untuk mempercepat proses pengembangan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP). Arahan dari Presiden Prabowo Subianto memuat peletakan dasar bagi semua pihak untuk berinvestasi di sektor ini lewat perbaikan prosedural yang lebih ramah bagi investor.
Kementerian ESDM juga telah mengambil langkah konkret dalam menyederhanakan perizinan yang dinilai menghambat investasi. Langkah-langkah ini mencakup peluncuran platform digital untuk pengelolaan panas bumi, bernama Genesis, yang dirancang untuk mempermudah proses lelang WKP mulai tahun ini.
Dengan penerapan regulasi yang lebih transparan dan efisien, diharapkan minat investor akan meningkat. Bahlil menekankan bahwa aturan yang rumit sering kali menjadi penghalang utama bagi investor untuk berpartisipasi dalam proyek energi terbarukan.
Pentingnya Infrastruktur untuk Memfasilitasi Energi Baru dan Terbarukan
Pemerintah juga bekerja sama untuk membangun infrastruktur yang mendukung pengembangan energi terbarukan. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk periode 2025-2034 mencakup pembangunan 48 ribu kilometer sirkuit untuk meningkatkan jaringan transmisi.
Jaringan yang sudah ada dinilai belum cukup untuk menghubungkan sumber-sumber energi dengan jaringan listrik yang ada. Dengan adanya pembangunan ini, diharapkan akan ada peningkatan distribusi energi dari sumber terbarukan ke konsumen.
Bahlil menjelaskan bahwa upaya ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk mendorong penggunaan energi baru dan terbarukan di Indonesia, mengingat permintaan energi yang terus meningkat.
Investasi dalam Teknologi dan Kerja Sama untuk Pengembangan Berkelanjutan
Pada event IIGCE 2025, Bahlil juga mengumumkan penandatanganan tujuh nota kesepahaman. Kesepakatan ini melibatkan sektor pendidikan, capacity building, serta kerja sama komersial antara BUMN, swasta nasional, dan investor asing.
Investasi total yang diusulkan mencapai USD 1,5 miliar dengan kapasitas pengembangan sebesar 265 MW. Kerja sama ini diharapkan dapat mendatangkan teknologi baru yang diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam eksploitasi sumber energi geotermal.
Dengan pendekatan ini, Indonesia tidak hanya berupaya memenuhi kebutuhan listrik domestik tetapi juga menjadi pemain utama dalam produksi energi panas bumi secara global.