Baru-baru ini, Menteri Keuangan secara tegas menyatakan bahwa utang pemerintah pusat Indonesia telah mencapai angka yang signifikan, yaitu Rp 9.138,05 triliun pada Juni 2025. Namun, ia juga menekankan bahwa jumlah tersebut masih dalam batas aman jika dilihat dari perspektif ekonomi negara secara keseluruhan.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam sebuah acara Media Gathering APBN 2026 di Bogor, di mana Menkeu menjelaskan pentingnya mempertimbangkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB). Menurutnya, rasio utang yang berada di bawah 40 persen dari PDB cenderung menunjukkan kestabilan ekonomi yang baik.
Purbaya menegaskan bahwa angka utang Indonesia, yaitu sekitar 39,86 persen dari PDB, masih tergolong aman dibandingkan dengan negara-negara lain. Negara seperti Jerman dan Amerika Serikat memiliki rasio utang yang jauh lebih tinggi, mendekati 100 persen dan bahkan lebih dari 100 persen.
Pentingnya Mengukur Utang dalam Konteks Ekonomi Makro
Menkeu menegaskan bahwa utang tidak dapat dinilai hanya berdasarkan angka absolutnya saja. Dia memberikan analogi sederhana, di mana seseorang dengan penghasilan rendah akan mengalami kesulitan lebih besar dalam membayar utang dibandingkan dengan mereka yang memiliki penghasilan tinggi.
Untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas, Purbaya menggunakan perbandingan antara dua individu dengan penghasilan yang berbeda. Jika seseorang memiliki utang yang setara dengan penghasilannya selama sebulan, akan sulit baginya untuk membayar utang tersebut. Namun, bagi individu lain dengan penghasilan jauh lebih tinggi, utang yang sama akan terasa lebih ringan.
Pernyataan ini membawa pada kesadaran bahwa memahami konteks utang sangat penting untuk menilai kesehatan ekonomi. Oleh karena itu, pengukuran utang sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan berbagai variabel ekonomi yang relevan.
Rasio Utang dan Standar Internasional
Menkeu juga mencatat bahwa berbagai standar internasional memberikan gambaran yang lebih baik mengenai kestabilan utang suatu negara. Negara dengan rasio utang sangat tinggi, seperti Jepang yang mencapai 250 persen terhadap PDB, memberikan sinyal bahwa penting untuk melihat faktor-faktor lain yang mendukung kestabilan ekonomi.
Dia menjelaskan, meskipun angka utang Indonesia juga tampak besar, namun kondisinya masih jauh lebih baik dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya. Dalam konteks ini, Purbaya mengajak masyarakat untuk tidak terbawa oleh sentimen negatif yang sering muncul ketika membicarakan utang pemerintah.
Dengan memahami perbandingan ini, diharapkan masyarakat dapat melihat utang dalam penilaian yang lebih objektif dan menyeluruh. Utang seharusnya tidak selalu diartikan sebagai sesuatu yang negatif jika diukur dengan tepat.
Menjaga Kesehatan Ekonomi Melalui Pengelolaan Utang yang Bijaksana
Purbaya menggarisbawahi bahwa pengelolaan utang yang bijaksana adalah kunci untuk menjaga kesehatan perekonomian. Utang seharusnya digunakan untuk mendanai proyek-proyek yang memberikan dampak positif bagi perekonomian, seperti infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia.
Dia menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan utang. Dengan cara ini, publik dan pemangku kepentingan lainnya dapat memahami bagaimana dan untuk apa utang tersebut digunakan.
Secara keseluruhan, pengelolaan utang yang efektif akan membantu menciptakan kepercayaan di kalangan investor dan masyarakat. Hal ini pada gilirannya akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.