Dalam rangkaian perdebatan hukum yang melibatkan kasus Asabri, Linda mengemukakan argumen dengan penegasan bahwa perhitungan kerugian negara yang digunakan dalam putusan pengadilan sebelumnya terkesan menyimpang dari fakta. Ia menjelaskan bahwa kerugian yang sejatinya terjadi selama kepemimpinan Adam Damiri seharusnya hanya berkisar pada angka Rp2,6 triliun, jauh dari angka Rp22,7 triliun seperti yang tertuang dalam dakwaan yang ada.
Linda juga mencatat bahwa dalam fakta persidangan, jelas diungkapkan bahwa selama masa kepemimpinan Pak Adam Damiri, kerugian keuangan negara terukur hanya Rp2,6 triliun. Saham-saham yang dianggap sebagai kerugian juga masih dimiliki oleh PT Asabri dan berada dalam kondisi positif, mencerminkan nilai positif di pasar.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya transparansi dalam laporan keuangan yang telah disetujui oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Dewan Direksi Asabri. Dengan bukti baru yang diketahui, ia percaya bahwa sejumlah besar aset saham masih memiliki nilai dan terus memberikan hasil yang menguntungkan bagi perusahaan.
Pentingnya Keakuratan dalam Perhitungan Kerugian Negara yang Diajukan
Linda berpendapat bahwa kesalahan dalam perhitungan kerugian negara dapat berdampak signifikan terhadap reputasi dan keberlanjutan Asabri sebagai lembaga. Sebuah penilaian yang tidak akurat dapat menciptakan sentimen negatif di kalangan investor dan pemangku kepentingan lainnya.
Menurutnya, kerugian yang lebih rendah ini seharusnya membuka kesempatan bagi Asabri untuk memperbaiki dan meningkatkan performa finansialnya. Dengan memfokuskan pada potensi keuntungan dan pengelolaan yang lebih baik, perusahaan diharapkan dapat memperbaiki citra dan mengembalikan kepercayaan publik.
Zaman sekarang, korporasi harus bertanggung jawab bukan hanya secara finansial, tetapi juga dalam hal transparansi dan integritas. Dengan bersikap jujur mengenai kondisi keuangan, Asabri dapat menunjukkan komitmen untuk memperbaiki diri demi masa depan yang lebih cerah.
Tanggapan atas Tuduhan Aliran Dana Korupsi
Seiring dengan perkembangan kasus ini, Linda juga menanggapi dugaan adanya aliran dana korupsi ke rekening pribadi Adam Damiri. Ia menegaskan dengan tegas bahwa uang sebesar Rp17,9 miliar yang disebutkan dalam dakwaan bukanlah hasil dari tindak pidana, namun merupakan pengembalian utang pribadi dan investasi yang tidak terkait dengan Asabri.
Perbedaan antara transaksi pribadi dan keuangan institusi harus menjadi fokus dalam perdebatan ini. Sebab, jika tidak dipahami dan dijelaskan dengan baik, persepsi publik dapat dengan mudah terdistorsi, sehingga salah arah dalam menilai tindakan yang dilakukan oleh individu-individu yang terlibat.
Linda menekankan bahwa tidak ada aliran dana dari Asabri kepada Adam, melainkan uang tersebut bersumber dari pengembalian utang pribadi oleh dua individu yang bukan tersangka dan tidak memiliki hubungan langsung dengan Asabri. Ini menunjukkan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar dan patut dicermati lebih lanjut.
Pentingnya Evaluasi Terhadap Ketentuan Hukum yang Ada
Linda juga menggarisbawahi bahwa penilaian mengenai uang pengganti dalam kasus ini tidak selaras dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Ia menekankan bahwa penghitungan seharusnya hanya dilakukan berdasarkan hasil yang diperoleh dari tindak pidana, bukannya transaksi pribadi yang tidak ada kaitannya dengan institusi.
Situasi ini menuntut adanya evaluasi lebih mendalam mengenai ketentuan hukum yang digunakan dalam menyimpulkan kasus. Evaluasi ini penting agar sistem peradilan dapat berjalan lebih adil dan objektif, serta agar setiap individu mendapatkan haknya sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dengan pemahaman yang mendalam terhadap hukum dan keuangan, diharapkan para pihak yang terlibat dapat melangkah ke arah yang lebih baik, demi keadilan dan kesejahteraan bersama. Kesalahan dan penyimpangan dalam penilaian seharusnya dapat dihindari dengan pendekatan yang tepat dan komprehensif.















