Hingga saat ini, organisasi Muhammadiyah belum berhasil memperoleh lahan tambang yang akan dikelola. Ini terjadi setelah terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) 25/2024 yang mengubah PP 96/2021 mengenai Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Regulasi yang baru ini membuka peluang bagi organisasi masyarakat keagamaan untuk terlibat lebih dalam dalam pengelolaan sumber daya alam. Pasal 83A dalam PP tersebut menyatakan bahwa Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah berhak mengelola wilayah izin pertambangan khusus (WIUPK).
WIUPK yang dimaksud adalah area yang sebelumnya sudah beroperasi dalam kegiatan pertambangan batu bara. Hal ini berarti potensi yang ada bukanlah lahan baru, tetapi merupakan bagian dari eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara generasi pertama.
Dalam konteks ini, terdapat enam WIUPK yang siap dikelola, semuanya merupakan area bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Beberapa di antaranya termasuk lahan yang dikelola oleh PT Arutmin Indonesia dan PT Kaltim Prima Coal.
Sementara Muhammadiyah belum memperoleh lahan untuk pengelolaan, Nahdlatul Ulama telah berhasil mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP) untuk mengelola area yang sebelumnya dikelola oleh PT Kaltim Prima Coal (KPC).
Baru-baru ini, pada hari Jumat (3/1), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengumumkan pembentukan PT Berkah Usaha Muamalah Nusantara (BUMN). Perusahaan ini direncanakan akan mengelola lahan sekitar 25 ribu hingga 26 ribu hektare tambang di Kalimantan Timur.
Peluang dan Tantangan dalam Pengelolaan Pertambangan oleh Ormas Keagamaan
Pengelolaan pertambangan oleh ormas keagamaan seperti Muhammadiyah dan NU menghadirkan potensi dan tantangan tersendiri. Dengan adanya izin yang baru, kedua organisasi tersebut memiliki peluang untuk berkontribusi pada perekonomian daerah melalui kegiatan tambang.
Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah aspek manajerial dan tanggung jawab lingkungan. Bagaimana cara mengelola sumber daya yang ada sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan menjadi isu penting yang harus dihadapi.
Selain itu, perlu juga ada persiapan sumber daya manusia yang mumpuni untuk menjalankan kegiatan yang kompleks ini. Tanpa adanya tenaga ahli dan karyawan yang terlatih, pengelolaan area tambang dapat mengalami kesulitan.
Hal ini menjadi perhatian khusus bagi Muhammadiyah, yang baru memulai langkah dalam industri ini. Mengembangkan aliansi dengan pihak-pihak yang berpengalaman dalam industri pertambangan bisa jadi adalah langkah awal yang baik.
Komitmen terhadap praktek pertambangan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan harus menjadi bagian dari visi Muhammadiyah ke depan. Dengan pendekatan yang tepat, potensi yang ada dapat menjadi sumber berkat bagi masyarakat.
Peran Muhammadiyah dan NU dalam Pembangunan Ekonomi Daerah
Seiring dengan perubahan regulasi, peran Muhammadiyah dan NU menjadi semakin penting dalam pembangunan ekonomi daerah. Keberadaan ormas ini dapat memperkuat pengelolaan sumber daya lokal yang biasanya diabaikan oleh entitas bisnis besar.
Adanya IUP untuk NU menunjukkan bahwa ormas keagamaan dapat berpartisipasi dalam sektor yang strategis tersebut. Ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga tentang meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar melalui program-program pemberdayaan.
Poleh karena itu, kolaborasi antara ormas keagamaan dan pemerintah daerah perlu diperkokoh. Sinergi ini dapat mendorong pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan untuk seluruh lapisan masyarakat.
Muhammadiyah, melalui kegiatan yang akan dia lakukan, bisa mengambil inspirasi dari strategi yang diterapkan oleh NU. Dengan misi bersama, kedua organisasi ini bisa menjadi pionir perubahan di sektor tambang.
Keterlibatan dalam pengelolaan tambang juga membuka peluang bagi anggota untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial dan ekonomi. Dengan pengelolaan yang bijaksana, dampak positif bagi masyarakat dapat dimaksimalkan.
Menuju Kehadiran yang Berkelanjutan dalam Sektor Pertambangan
Kehadiran Muhammadiyah dan NU di sektor pertambangan juga membawa harapan untuk keberlanjutan yang lebih baik. Mengingat dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan, keduanya perlu memprioritaskan praktik ramah lingkungan.
Inovasi dalam teknologi dan metode pengelolaan sumber daya menjadi salah satu langkah untuk mencapai tujuan ini. Fokus pada efisiensi dan keberlanjutan adalah prinsip utama yang perlu diterapkan.
Selain itu, transparansi dalam pengelolaan juga menjadi poin kunci untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat. Pengelolaan yang transparan akan mendorong partisipasi masyarakat dalam mendukung keberhasilan proyek pertambangan.
Pengawasan internal juga harus diperkuat untuk memastikan bahwa setiap tahapan kegiatan dilakukan sesuai dengan regulasi dan prinsip keberlanjutan. Dengan pendekatan yang disiplin, hasil yang diharapkan bisa terwujud.
Akhirnya, kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat, akan memperkuat upaya menuju keberlanjutan. Langkah ini penting untuk meyakinkan bahwa pengelolaan tambang bukan hanya menguntungkan secara finansial, tetapi juga sosial dan lingkungan.