APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) adalah dokumen penting yang mencerminkan keuangan daerah, termasuk penerimaan dan pengeluaran. Bagi Provinsi DKI Jakarta, angka yang tertera dalam APBD tahun anggaran 2026 menunjukkan sedikit penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, menciptakan perhatian di kalangan masyarakat dan pemangku kebijakan.
Pramono Anung, sebagai pengatur dan penanggung jawab anggaran, memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai rincian angka-angka tersebut. Ia merinci target pendapatan dan pengeluaran yang patut dicermati dalam konteks pembangunan daerah.
Dengan total penerimaan dan pengeluaran daerah yang mencapai Rp 81,32 triliun, APBD DKI Jakarta tahun anggaran 2026 memiliki dinamika yang kompleks. Penurunan yang terjadi membuat banyak pihak bertanya-tanya mengenai dampaknya terhadap berbagai program dan pembangunan yang tengah berlangsung.
Rincian Pendapatan dan Pengeluaran DKI Jakarta Tahun 2026
Pendapatan daerah untuk tahun anggaran 2026 ditargetkan mencapai Rp 71,45 triliun. Angka tersebut mencakup penerimaan dari berbagai sumber, baik pajak maupun retribusi.
Sebagai bagian dari total pendapatan, penerimaan pembiayaan daerah juga memainkan peran penting, dengan nilai sebesar Rp 9,87 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa ada yang diharapkan dapat mendukung kebijakan pemerintah daerah dalam membiayai pengeluaran.
Di sisi lain, belanja daerah sebesar Rp 74,28 triliun menunjukkan kebutuhan yang harus dipenuhi. Pengeluaran ini mencakup berbagai aspek, mulai dari infrastruktur hingga pelayanan publik yang kritis bagi masyarakat.
Perbandingan dengan APBD Tahun Sebelumnya
Ketika membandingkan dengan APBD tahun sebelumnya, terlihat penurunan yang signifikan. Nilai APBD 2025 mencapai Rp 91,86 triliun, sementara APBD 2026 menurun hingga Rp 10,54 triliun.
Penyebab penurunan ini menjadi fokus diskusi di kalangan para ahli dan pemerhati anggaran. Salah satu faktor kunci adalah pengurangan dana transfer dari pemerintah pusat yang berimbas langsung pada kemampuan daerah dalam mengelola anggarannya.
Dengan demikian, penurunan ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai keberlanjutan program-program pembangunan. Apakah DKI Jakarta dapat mempertahankan kualitas layanan publiknya dengan anggaran yang menurun?
Alasan Penurunan Anggaran DKI Jakarta
Pramono Anung mengungkapkan alasan utama penurunan APBD adalah turunnya Pendapatan dari Transfer Ke Daerah (TKD). Dari yang sebelumnya Rp 26,14 triliun di tahun anggaran lalu, kini hanya tersisa Rp 11,16 triliun.
Fenomena ini tentu mengganggu strategi pembiayaan daerah yang sudah direncanakan. Dengan berkurangnya alokasi dana, pemerintah daerah harus lebih selektif dalam mengambil keputusan mengenai proyek dan program yang akan dilaksanakan.
Penurunan terbesar terjadi pada Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak, yang mengalami pengurangan Rp 14,79 triliun. Hal ini memberikan dampak langsung pada kekuatan finansial dan daya saing DKI Jakarta.















