Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, baru-baru ini mengajak masyarakat untuk tidak termakan hoaks terkait Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang akan segera disahkan. Beliau menegaskan bahwa undang-undang ini tidak mengatur aspek penyadapan secara sembarangan, meskipun ada informasi yang meresahkan masyarakat tentang isu ini.
Dalam pernyataannya, Habiburokhman menekankan pentingnya mengedukasi publik agar memahami substansi dari RUU KUHAP baru ini. “Tidak ada yang namanya aturan penyadapan sewenang-wenang,” ujarnya dengan tegas dalam konferensi pers di Jakarta.
Pengesahan RUU KUHAP direncanakan berlangsung dalam rapat paripurna yang dijadwalkan pada Selasa, 18 November 2025. Hal ini menjadi momentum penting dalam proses pembaruan hukum acara pidana di Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan dan transparansi.
Pada bagian selanjutnya, Habiburokhman menjelaskan lebih lanjut mengenai ketentuan yang ada dalam KUHAP baru. Dia menekankan bahwa keputusan untuk melakukan penyadapan akan saat ini diatur dalam undang-undang terpisah yang akan dibahas setelah KUHAP baru disahkan.
Ketentuan yang berlaku saat ini adalah bahwa penyadapan harus dilakukan dengan izin dari pengadilan. Hal ini menunjukkan bahwa kontrol dan pengawasan yang ketat tetap diperlukan untuk melindungi hak-hak individu.
Pentingnya Perlindungan Hukum dalam Penyadapan
Sebelumnya, banyak berita yang menimbulkan kecemasan bahwa polisi dapat melakukan penyadapan tanpa batasan. Namun, Habiburokhman menegaskan pentingnya mengikuti prosedur hukum yang berlaku. “Penyadapan harus dilakukan dengan hati-hati dan selalu mematuhi izin yang ditetapkan oleh pengadilan,” tegasnya.
Dalam konteks ini, Pasal 136 ayat (2) KUHAP baru sudah memberikan landasan yang kuat untuk pengaturan penyadapan. Pembahasan lebih lanjut tentang undang-undang penyadapan diharapkan dapat menyempurnakan ketentuan tersebut.
Lebih jauh, pemblokiran tabungan dan jejak online juga harus mendapat izin dari hakim. Ini menunjukkan adanya jaminan bahwa tindakan tersebut tidak diambil secara sembarangan, melainkan melalui proses yang sah dan terukur.
Penting untuk dipahami bahwa segala bentuk penyitaan harus berdasarkan izin Ketua Pengadilan Negeri. Ini adalah langkah yang signifikan untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan dalam proses penegakan hukum.
Dalam narasi yang sama, Habiburokhman menekankan bahwa penangkapan dan penggeledahan tidak bisa dilakukan sembarangan. Semua tindakan ini harus diperkuat dengan alat bukti yang cukup dan dengan proses hukum yang sangat ketat.
Proses Hukum yang Ketat dan Transparan dalam RUU KUHAP Baru
Ketentuan dalam Pasal 94 dan Pasal 99 KUHAP baru menegaskan bahwa penangkapan harus berdasarkan setidaknya dua alat bukti. Hal ini memberikan jaminan tambahan agar proses penegakan hukum tidak berlangsung secara semena-mena.
Selain itu, penahanan hanya dapat dilakukan jika terdakwa mengabaikan panggilan secara berturut-turut atau melakukan tindakan yang dianggap melanggar hukum. Ini menjadi bagian dari mekanisme pencegahan agar layanan hukum tidak digunakan sebagai alat untuk menekan individu.
Keselamatan tersangka juga menjadi perhatian penting. Mereka tidak boleh ditangkap jika bisa membahayakan keselamatan diri sendiri atau orang lain. Proses hukum yang ketat ini adalah bagian dari upaya untuk memastikan keadilan.
Lebih lanjut, Habiburokhman menekankan pentingnya penggeledahan yang harus berdasarkan izin dari Ketua Pengadilan Negeri. Dengan cara ini, setiap tindakan yang diambil oleh aparat hukum tetap dalam koridor yang benar dan transparan.
RUU KUHAP baru ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi sejumlah permasalahan dalam hukum acara pidana yang relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Dia juga mengajak masyarakat untuk melihat naskah RUU yang bisa diakses di laman resmi DPR.
Menuju Hukum yang Lebih Adil dan Transparan
Pengesahan KUHAP baru ini bukan hanya sekadar perubahan regulasi, tetapi langkah menuju sistem hukum yang lebih adil. “Kita harus mengganti KUHAP lama yang dinilai tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman dan keadilan,” imbuhnya.
Melalui proses ini, diharapkan angka penyalahgunaan kewenangan dapat berkurang dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum meningkat. Penting untuk melakukan edukasi kepada masyarakat agar memahami hak-hak mereka di bidang hukum.
Dengan mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas, KUHAP baru akan menjadi landasan dalam mendorong penegakan hukum yang lebih baik. Kesadaran masyarakat terhadap isu-isu hukum juga diharapkan dapat meningkat.
Habiburokhman dalam pernyataannya juga mengingatkan agar masyarakat tidak mudah percaya pada berita bohong yang beredar di luar sana. “Mari kita tunggu hasil resmi dari pengesahan ini dan fokus pada upaya bersama untuk mencapai keadilan,” tutupnya.















