Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) baru saja mengesahkan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dalam sebuah rapat paripurna. Keputusan penting ini diambil pada hari Selasa, tanggal 18 November 2025, dan menciptakan banyak reaksi dari berbagai kalangan di masyarakat.
Salah satu yang merespon dengan damai adalah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, yang menyatakan keyakinan bahwa revisi ini tidak akan mengganggu tugas pemberantasan tindak pidana korupsi. Menurutnya, perubahan yang ada lebih bersifat teknis dan tidak akan mengubah substansi dari fungsi KPK di lapangan.
Setyo Budiyanto menegaskan bahwa untuk hal-hal yang berkaitan dengan penyadapan, KPK telah memiliki regulasi internal yang jelas. Dengan adanya ketentuannya sendiri, KPK tetap bertanggung jawab atas setiap tindakan yang dilakukan dalam upaya penegakan hukum.
Proses Pengesahan RUU KUHAP yang Menarik Perhatian Publik
Pengesahan RUU KUHAP ini memang menarik perhatian publik, terutama karena beberapa pasalnya dipandang masih menyisakan berbagai persoalan. Dalam rapat paripurna, Ketua DPR, Puan Maharani, memimpin jalannya sidang dengan dihadiri oleh sejumlah wakil ketua dan perwakilan pemerintah. Keberadaan menteri hukum dalam rapat tersebut menegaskan pentingnya revisi ini di mata pemerintahan.
Di tengah berbagai pro kontra, DPR tetap melanjutkan proses pengesahan, yang menunjukkan komitmen mereka untuk memperbarui peraturan hukum yang dianggap tidak lagi relevan. Walaupun masyarakat memberikan masukan dan kritik, pengesahan tetap dilanjutkan sebagai langkah hukum yang tak terelakkan.
Sejumlah kalangan hukum menilai bahwa revisi ini bisa saja membuka celah untuk penafsiran yang beragam dalam praktik di lapangan. Hal ini membuat mereka khawatir tentang potensi penyalahgunaan yang bisa terjadi, sehingga sangat penting untuk memantau implementasi undang-undangnya ke depan.
Perubahan dalam Pasal dan Implikasinya bagi Penegakan Hukum
Dari sisi perubahan regulasi, revisi KUHAP ini mencakup beberapa pasal yang bisa dianggap krusial dalam konteks penegakan hukum di Indonesia. Salah satu aspek yang diperbincangkan adalah peraturan mengenai penyadapan yang dikelola oleh KPK. Setyo Budiyanto menegaskan bahwa KPK tetap akan menjalankan tugasnya sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Namun, hal ini juga menunjukkan tantangan ke depan soal bagaimana pemahaman dan aplikasi hukum dapat dilaksanakan secara efektif. Kekhawatiran akan adanya dualisme dalam penerapan hukum antara pasal yang diatur dalam KUHAP dan kebijakan internal KPK menjadi sorotan penting.
Dengan adanya revisi ini, diharapkan akan membawa perubahan yang lebih baik bagi sistem peradilan di Indonesia. Namun, kekhawatiran masyarakat tentang potensi penyalahgunaan undang-undang tetap harus diwaspadai dan diawasi dengan ketat.
Peran KPK dan Tantangan Departemen Hukum
Tantangan yang dihadapi oleh KPK tidak hanya dari segi penerapan hukumnya, tetapi juga dalam hal menjaga integritas dan kepercayaan publik. Setyo Budiyanto menjelaskan pentingnya upaya transparansi dalam setiap tindakan yang diambil oleh KPK. Hal ini penting untuk memastikan bahwa lembaga ini tetap menjadi garda terdepan dalam memberantas korupsi.
KPK diharapkan dapat beradaptasi dengan regulasi baru dan tetap berpegang pada prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang bersih. Masyarakat pun patut memiliki ekspektasi tinggi terhadap lembaga ini, terutama dalam hal akuntabilitas dan tanggung jawabnya.
Maka dari itu, komunikasi yang jelas antara KPK dan para pemangku kepentingan menjadi sangat penting. Setiap langkah yang diambil akan mendapat perhatian dari publik yang menginginkan sistem peradilan yang adil dan efisien.















