Legislator Partai Kebangkitan Bangsa, Syaiful Huda, baru-baru ini menginisiasi Rancangan Undang-Undang (RUU) yang bertujuan untuk melindungi pekerja gig di Indonesia. Dalam era digital yang terus berkembang, ia menekankan pentingnya memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi mereka yang bekerja dalam sektor ini.
Syaiful Huda, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi V DPR, merasa bahwa pengesahan RUU tersebut harus menjadi prioritas. Menurutnya, hal ini tidak hanya berkaitan dengan kepentingan para pekerja, tetapi juga untuk kepentingan masyarakat luas.
Dalam kesempatan Diskusi Dialektika Demokrasi yang dilaksanakan secara daring, Huda menjelaskan bahwa RUU Pekerja Gig memiliki tiga tujuan utama. Tujuan tersebut mencakup perlindungan hak dasar pekerja, kejelasan kewajiban bagi penyedia aplikasi, serta memastikan keselamatan publik.
Dia menambahkan bahwa inisiatif ini adalah bagian dari hak legislator dalam mengusulkan produk hukum yang mendukung kepentingan publik. Keberadaan RUU ini sangat penting untuk memberikan legitimasi bagi para pekerja gig, yang saat ini masih berada dalam situasi tanpa perlindungan hukum yang memadai.
Meningkatnya Jumlah Pekerja Gig di Era Digital
Dalam satu dekade terakhir, perkembangan digitalisasi telah membawa perubahan besar pada pasar kerja. Menurut Syaiful Huda, jumlah pekerja ekonomi gig di Indonesia telah meningkat secara signifikan, terutama dalam sektor transportasi daring.
Pekerjaan seperti sopir untuk berbagai platform, termasuk Gojek dan Grab, kini semakin populer. Sekitar jutaan mitra pengemudi terlibat, menciptakan lapangan kerja baru namun juga tantangan baru terkait perlindungan dan hak-hak mereka.
Di samping itu, muncul berbagai profesi digital lainnya seperti influencer dan content creator. Profesi ini memberi peluang bagi banyak orang, tetapi sayangnya mereka juga mengalami kesulitan dalam mendapatkan perlindungan hukum yang layak.
Pekerja-pekerja ini sering kali bekerja dalam tekanan untuk memenuhi kebutuhan finansial, sementara tidak ada kepastian dalam hal perlindungan sosial. Tanpa adanya regulasi formal, banyak pekerja gig terpapar risiko yang tinggi.
Situasi ini menyoroti kebutuhan mendesak untuk mengatur dan melindungi hak-hak pekerja dalam sektor ini. Dengan RUU Pekerja Gig, diharapkan ada payung hukum yang jelas untuk berbagai jenis pekerjaan yang muncul di era digital.
Kekurangan Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang Berlaku Saat Ini
Saat ini, Undang-Undang Ketenagakerjaan yang ada di Indonesia belum secara spesifik mengatur tentang pekerja gig. Hal ini membuat situasi kian berat bagi mereka, yang tetap beroperasi tanpa ada kepastian hukum.
Tanpa adanya pengakuan resmi sebagai pekerja, mereka tidak dapat menikmati hak-hak seperti tunjangan kesehatan, asuransi, maupun kompensasi saat terjadi kecelakaan. Keadaan ini menciptakan masalah sosial yang lebih besar di tengah masyarakat.
Syaiful Huda menegaskan bahwa keadaan ini tidak boleh dibiarkan berlanjut. Ia berpendapat bahwa pekerja gig layak mendapatkan perlindungan seperti pekerja formal lainnya, yang memiliki hak-hak jelas dalam hubungan kerja.
Permasalahan ini semakin krusial ketika mempertimbangkan jumlah pekerja gig yang terus bertambah. Tanpa payung hukum yang memadai, jutaan pekerja dalam sektor ini akan tetap terjebak dalam ketidakpastian dan kerentanan.
Oleh sebab itu, pengesahan RUU sangat diperlukan agar pekerja gig dapat menikmati jaminan perlindungan dan hak-hak yang mereka butuhkan dalam menjalankan aktivitas yang produktif.
Menghadapi Tantangan dalam Implementasi RUU Pekerja Gig
Meski RUU Pekerja Gig siap diajukan, tantangan dalam proses implementasinya juga tidak bisa diabaikan. Ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan untuk memastikan bahwa regulasi ini dapat berjalan dengan baik.
Salah satu tantangan terbesar adalah kesadaran dan pemahaman berbagai pemangku kepentingan tentang pentingnya perlindungan untuk pekerja gig. Edukasi dan sosialisasi yang baik akan sangat penting untuk menghadapi resistensi.
Kemudian, kewajiban yang ada di dalam RUU juga perlu diklarifikasi agar tidak membebani penyedia layanan aplikasi. Ini penting untuk menjaga keseimbangan antara perlindungan pekerja dan kelangsungan bisnis aplikasi.
Huda menyatakan bahwa kolaborasi antarlembaga juga menjadi kunci dalam mengimplementasikan RUU ini. Pemerintah, pengusaha, dan pekerja harus saling berkomunikasi dan bergandeng tangan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan terjamin.
Dengan kesadaran dan upaya bersama, RUU Pekerja Gig bisa menjadi langkah awal yang signifikan menuju perbaikan situasi bagi pekerja dalam sektor ini.















