Kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) terus berkembang. Penanganan masalah ini dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bertindak setelah kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) pada Agustus 2025. Dalam penyidikan ini, KPK tidak henti-hentinya melacak jejak yang mengarah kepada para pelaku korupsi yang terlibat.
Seiring dengan penanganan kasus yang semakin mendalam, KPK menangkap tiga orang tersangka baru dalam penyidikan ini. Keberhasilan penangkapan ini menunjukkan komitmen KPK dalam memberantas korupsi, terutama yang berkaitan dengan proyek-proyek pemerintah yang seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat.
Penyidikan kali ini melibatkan sejumlah nama dan fakta yang menarik perhatian publik. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur menyampaikan rincian terkait modus operandi yang digunakan oleh para pelaku. Menurut Asep, pada tahun 2023, seorang ASN dari Kementerian Kesehatan bernama Hendrik Permana diduga berperan sebagai perantara untuk menjanjikan pengamanan pagu Dana Alokasi Khusus (DAK) bagi beberapa daerah.
Agustus 2024 menjadi titik penting ketika Hendrik bertemu dengan Ageng Dermanto, yang berfungsi sebagai pejabat pengadaan proyek RSUD Kolaka Timur. Pertemuan ini berfokus pada desain rumah sakit dan pengurusan DAK, di mana anggaran proyek tersebut mengalami lonjakan yang signifikan, dari Rp 47,6 miliar menjadi Rp 170,3 miliar.
Detail Kasus Korupsi Proyek RSUD Kolaka Timur
Dalam proses pengajuannya, KPK menemukan bahwa Hendrik kemudian meminta sejumlah uang kepada Yasin, seorang ASN di Bapenda Provinsi Sultra dan kepercayaan Abdul Aziz, Bupati Koltim. Permintaan ini diajukan sebagai upaya untuk memastikan bahwa DAK untuk RSUD Kolaka Timur tetap terjaga di tahun-tahun mendatang.
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Yasin memberikan uang sebesar Rp50 juta kepada Hendrik sebagai tanda keseriusan dalam komitmennya. Uang tersebut dianggap sebagai langkah awal untuk menjaga kepentingan DAK RSUD Kolaka Timur agar tidak hilang dalam proses penganggaran.
Lebih jauh, dalam bulan yang sama, Yasin juga memberikan tambahan Rp400 juta kepada Ageng, yang dianggap sebagai biaya operasional untuk kepentingan pengajuan proyek RSUD. Penyaluran dana ini diduga merupakan bagian dari komitmen fee yang harus dipenuhi agar proyek bisa berlanjut tanpa hambatan.
Peranan Berbagai Pihak dalam Dugaan Tindak Pidana Korupsi
KPK mencatat bahwa keterlibatan berbagai pihak dalam kasus ini sangat kompleks. Selain pejabat pemerintah, ada pula keterlibatan pihak swasta yang berperan dalam desain bangunan RSUD Kolaka Timur. Hal ini menambah panjang daftar orang yang harus diperiksa oleh KPK untuk mengungkap seluruh jaringan korupsi ini.
Keterlibatan Hendrik sebagai perantara dalam penguasaan DAK menunjukkan adanya praktik korupsi sistemik yang memerlukan pengawasan lebih ketat. Banyak pihak berharap agar langkah-langkah hukum yang diambil KPK dapat menjadi pelajaran berharga bagi para pejabat lainnya untuk tidak terlibat dalam tindakan melawan hukum.
Dalam kesempatan yang sama, Asep Guntur menegaskan bahwa KPK tidak akan berhenti sampai seluruh jaringan korupsi ini diungkap. Tujuannya jelas, yakni agar anggaran untuk sektor kesehatan yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu yang hanya mementingkan keuntungan pribadi.
Implikasi dari Pengembangan Penyidikan Kasus Korupsi
Kasus ini tidak hanya berdampak pada individu yang terlibat, tetapi juga berpotensi mempengaruhi kebijakan publik terkait pengelolaan anggaran daerah. Dengan adanya penangkapan ini, diharapkan pemerintah dapat menerapkan langkah-langkah pencegahan yang lebih baik agar hal serupa tidak terulang di masa depan.
Keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi menjadi salah satu indikator kemampuan para pemimpin untuk menjaga kepercayaan masyarakat. KPK diharapkan tetap konsisten dalam mengusut kasus-kasus lain yang juga mencurigakan di berbagai sektor, terutama yang berkaitan dengan proyek-proyek besar.
Rakyat pun harus tetap waspada dan berpartisipasi aktif dalam pengawasan pengelolaan anggaran publik. Dengan menciptakan budaya transparansi, potensi terjadinya praktik korupsi dapat diminimalisir demi tercapainya kesejahteraan masyarakat secara lebih merata.















