Polda Metro Jaya menangguhkan penahanan terhadap pegiat media sosial, Figha Lesmana, yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang melibatkan kericuhan demo. Penahanan Figha bersama sejumlah aktivis lainnya menunjukkan adanya dinamika dalam penegakan hukum di Indonesia, terutama terkait kebebasan berpendapat.
Kasus ini bermula pada Agustus 2025 ketika Figha dan rekan-rekannya dianggap melakukan provokasi. Hal ini menandakan tantangan di era digital ketika media sosial menjadi alat untuk menyuarakan pendapat dan menyalurkan aspirasi.
Konteks Penahanan dan Penyidikan Aktivis di Indonesia
Proses penahanan terhadap Figha Lesmana mencerminkan isu yang lebih luas yakni bagaimana aktivis diperlakukan oleh aparat penegak hukum. Figha ditahan bersama dengan aktifis lain, yang menunjukkan bahwa masalah ini bukan hanya persoalan individu, tetapi juga kolektif.
Selain Figha, beberapa nama terlibat dalam kasus ini, termasuk Delpedro Marhaen dari Lokataru Foundation dan Syahdan Husein. Mereka semua ditangkap setelah dianggap berperan dalam aksi yang berujung kepada ketidakstabilan sosial.
Dalam konteks ini, tindakan Polda Metro Jaya yang menangguhkan penahanan menunjukkan adanya pertimbangan di luar aspek hukum belaka. Penegakan hukum seharusnya juga mempertimbangkan sisi kemanusiaan, terutama bagi individu yang memiliki tanggung jawab keluarga.
Pertimbangan Kemanusiaan dalam Penangguhan Penahanan
Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Asep Edi Suheri, menjelaskan bahwa penangguhan penahanan ini didorong oleh dua aspek penting. Pertama adalah aspek kemanusiaan yang sangat relevan dengan kehidupan pribadi tersangka yang masih memiliki anak balita.
Asep menekankan bahwa dalam penegakan hukum, tidak seharusnya mengabaikan dimensi kemanusiaan. Dengan mempertimbangkan situasi Figha sebagai seorang ibu, Polri berupaya untuk menunjukkan sisi humanis dalam penegakan hukum.
Keputusan ini juga dapat dilihat sebagai langkah untuk menciptakan keseimbangan antara penegakan hukum dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Beliau menyatakan bahwa kearifan dalam mengambil keputusan ini sangat diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
Proses Hukum dan Kooperatif Tersangka
Selain aspek kemanusiaan, penyidik juga mempertimbangkan kooperatifnya Figha selama proses hukum. Kapolda Asep turut menegaskan bahwa seluruh keterangan yang diperlukan selama penyidikan telah diproses dengan baik.
Aroma koperatif ini menunjukkan bahwa Figha tidak melawan proses hukum, bahkan berkomitmen untuk memenuhi seluruh kewajiban. Dalam konteks ini, sikap Figha dapat menjadi contoh bagi tersangka lainnya dalam menghadapi hukum.
Kapolda juga menjelaskan bahwa penguatan aspek kooperatif ini diharapkan dapat memperlancar proses hukum ke depan. Ini menciptakan harapan bagi aktor-aktor dalam birokrasi hukum untuk lebih memahami pentingnya kerja sama dengan para tersangka.