Badan Geologi Indonesia memberikan peringatan serius terkait penurunan muka tanah yang signifikan di beberapa kota besar di Pulau Jawa, sebuah fenomena yang dapat memengaruhi kualitas hidup masyarakat. Penurunan ini bukan hanya terjadi di daerah pesisir, tetapi juga menyentuh wilayah yang lebih tinggi, termasuk Kota Bandung.
Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGTL) Badan Geologi, Agus Cahyono Adi, menjelaskan bahwa Kota Bandung dan kawasan sekitarnya menunjukkan laju penurunan tanah yang cukup mencolok. Ini salah satunya disebabkan oleh gabungan faktor-faktor geologi dan aktivitas manusia yang cukup intensif.
Agus menindaklanjuti dengan menjelaskan bahwa sejumlah faktor berkontribusi pada penurunan muka tanah di Bandung. Beberapa di antaranya adalah perkembangan industri yang masif, kondisi tanah yang lunak, urbanisasi yang pesat, serta penggunaan air tanah yang berlebihan.
Faktor Penyebab Penurunan Muka Tanah di Bandung dan Sekitarnya
Bandung, yang terletak di kawasan yang dulunya merupakan danau purba, memiliki struktur tanah yang cenderung labil. Fenomena ini membuat kota tersebut lebih rentan terhadap amblasan yang menyebabkan penurunan tanah yang cepat.
Agus menambahkan bahwa karakteristik geologi Bandung, yang didominasi oleh endapan sedimen dari danau purba, membuatnya lebih mudah mengalami kerusakan. Berbeda halnya dengan daerah yang terbentuk dari material bekuan lava, yang lebih kuat dan stabil.
Menurut Agus, tidak semua faktor yang berkontribusi terhadap penurunan muka tanah bisa dikendalikan. Meskipun begitu, pengurangan penggunaan air tanah dipandang sebagai cara yang paling efektif untuk mengurangi dampaknya.
Dampak Penurunan Muka Tanah Bagi Masyarakat dan Infrastruktur
Peningkatan penurunan muka tanah berpotensi menyebabkan kerusakan pada infrastruktur yang dibangun, serta memengaruhi sumber air dan lingkungan sekitar. Ini adalah masalah serius yang harus segera ditangani oleh pemerintah dan masyarakat.
Selain Bandung, beberapa kota lain seperti Jakarta Utara dan Surabaya juga mengalami nasib yang sama. Penurunan lebih dari lima sentimeter per tahun telah terpantau di Semarang, Demak, dan Pekalongan, menambah kekhawatiran tentang dampak lebih luas terhadap kehidupan masyarakat.
Dampak dari penurunan tanah ini tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dan para pengembang, tetapi juga komunitas yang tinggal di daerah tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan semakin sulitnya akses terhadap air bersih serta kualitas hidup yang menurun.
Langkah-Langkah Mitigasi untuk Mengatasi Penurunan Tanah
Kesadaran akan krisis ini mulai mendorong pemerintah dan masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan. Edukasi tentang pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan perlu dilakukan agar masyarakat lebih memahami pentingnya menjaga keseimbangan terhadap penggunaan air tanah.
Inisiatif untuk menggali sumber air alternatif dan mempromosikan penggunaan air hujan menjadi bagian dari solusi yang diharapkan. Dengan cara ini, diharapkan pemanfaatan air tanah dapat ditekan, sehingga dampak negatif penurunan tanah dapat diminimalisasi.
Pemerintah juga perlu semakin aktif dalam menyusun kebijakan yang mendukung pengembangan infrastruktur yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Penegakan regulasi yang ketat terkait eksplorasi dan penggunaan air tanah sangat dibutuhkan saat ini.















