Seorang balita mengalami masalah kesehatan setelah mengkonsumsi roti yang dipasarkan sebagai gluten free oleh sebuah toko roti terkenal di Jakarta. Kejadian ini membuat sang ibu, FE, merasa dirugikan dan akhirnya membuat laporan kepada Polda Metro Jaya.
Dalam laporan yang terdaftar dengan nomor LP/B/7458/X/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA pada tanggal 17 Oktober 2025, FE mengungkapkan bahwa masalah ini muncul di antara bulan Agustus hingga September 2025. Saat itu, ia membeli roti dari akun Instagram yang bernama Bake & Grind.
Menurut informasi yang diperoleh, toko roti ini dikelola oleh seorang perempuan berinisial FN. Dalam promosi yang dilakukan, berbagai produk yang dijual diklaim sebagai makanan sehat, seperti gluten free, dairy free, vegan, dan berbasis tanaman.
Namun, klaim tersebut ternyata sangat jauh dari kenyataan. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Brigjen Pol Ade Ary Syam Indradi, menyatakan bahwa produk yang ditawarkan tidak memenuhi janji yang diberikan oleh pemilik toko.
Kondisi kesehatan anak FE memburuk drastis setelah mengkonsumsi kue dari toko tersebut. Tanda-tanda awal yang muncul adalah ruam pada kulit dan peradangan yang cukup serius.
Dari diagnosa medis, anak FE diketahui menderita eczema akut akibat konsumsi produk yang tidak sesuai. Ini tentu saja menjadi beban emosional dan fisik bagi keluarga tersebut, yang tidak pernah membayangkan efek samping yang berbahaya.
Detail Kronologi Kejadian dan Laporan yang Dilakukan
Saat merasa khawatir tentang kondisi anaknya, FE memutuskan untuk meneliti lebih lanjut mengenai produk yang dibeli. Ia merasa bahwa perlu ada tindakan untuk melindungi diri dan anaknya dari kejadian serupa di masa mendatang.
Prinsip dasar yang mendasari laporan tersebut adalah bahwa setiap konsumen berhak atas produk yang aman dan sesuai dengan yang dijanjikan. Ketidakpuasan FE bukan hanya karena rasa sakit yang dialami anaknya, tetapi juga karena adanya pelanggaran kepercayaan yang seharusnya ada antara penjual dan pembeli.
FE mengumpulkan berbagai bukti pendukung, termasuk hasil uji laboratorium terhadap produk yang dikonsumsi anaknya. Hasil tersebut menunjukkan adanya unsur yang tidak seharusnya ada dalam produk yang diklaim sebagai makanan sehat.
Tidak hanya itu, FE juga menyertakan rekam medis anaknya sebagai bagian dari laporan. Dokumen ini penting untuk menunjukkan bahwa masalah kesehatan yang dialami bukanlah hal sepele.
Bukti lainnya dalam laporan termasuk bukti transfer pembayaran dan tangkapan layar dari akun Instagram Bake & Grind. Semua bukti ini penting untuk memperkuat posisinya dalam laporan tersebut.
Aspek Hukum yang Diterapkan dalam Kasus Ini
Dari laporan yang disampaikan, pihak kepolisian menyatakan bahwa terlapor bisa dikenakan beberapa pasal hukum. Salah satu di antaranya adalah Pasal 378 KUHP yang mengatur tentang penipuan.
Tidak hanya itu, ada juga Pasal 62 Ayat (1) Jo Pasal 8 Ayat (1) dan atau Pasal 9 Ayat (1) dari UU 8/1999 yang mengatur perlindungan konsumen. Ini menunjukkan betapa seriusnya permasalahan ini dalam konteks hukum.
Pasal 139 Jo Pasal 84 UU 18/2012 tentang Pangan juga dapat menjadi landasan bagi penyelidikan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kelalaian yang mungkin dilakukan oleh produsen makanan dalam memasarkan produk mereka.
Lebih lanjut, Pasal 3, 4, 5 UU RI No. 8/2010 tentang TPPU juga dapat diterapkan. Ini memberikan penegasan bahwa pelanggaran dalam produk yang diklaim sehat dapat menimbulkan sanksi hukum yang serius bagi pelakunya.
Kasus ini kini berada di tangan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Penanganan kasus ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban serta menyadarkan masyarakat akan pentingnya memilih produk dengan cermat.
Harapan untuk Masyarakat dan Konsumen
Keputusan hukum yang diambil bisa menjadi titik balik untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai barang yang mereka konsumsi. Ini adalah tantangan bagi semua pelaku usaha untuk selalu mematuhi aturan dan menjamin kualitas produk mereka.
Kasus ini juga diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi para orang tua untuk lebih teliti memilih makanan bagi anak-anak mereka. Sering kali, klaim kesehatan yang berlebihan dapat menyesatkan konsumen.
Penting untuk mengecek label dan informasi terkait produk yang dikonsumsi agar terhindar dari masalah kesehatan. Setiap konsumen berhak mendapatkan informasi yang jujur tentang apa yang mereka belanjakan.
Di era digital saat ini, langkah-langkah perlindungan konsumen menjadi semakin mendesak. Dengan meningkatnya kemudahan berbelanja online, masyarakat perlu proaktif dalam melakukan penelitian sebelum melakukan pembelian.
Diharapkan hasil dari kasus ini tidak hanya memberikan keadilan bagi FE dan anaknya, tetapi juga menjadi dorongan bagi perubahan positif dalam industri makanan. Standar kualitas dan keamanan produk harus menjadi prioritas nomor satu untuk menjaga kesehatan masyarakat.