Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru akan mulai berlaku pada Januari 2026, menjadi landasan hukum bagi semua pelanggaran di Indonesia. Kebijakan hukum ini diharapkan mampu memberikan efek positif terhadap sistem peradilan dan menjamin keadilan sosial di masyarakat.
Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej, menyebutkan bahwa perubahan tersebut memiliki semangat baru yang mendorong paradigma reintegrasi sosial. Hal ini dinyatakan dalam kuliah bertema ‘Kupas Tuntas KUHP dan KUHAP Nasional’ yang dilakukan di Jakarta, yang menunjukkan fokus pada rehabilitasi pelanggar hukum daripada penjatuhan hukuman penjara.
Dalam pernyataannya, Prof. Eddy, sapaan akrabnya, menegaskan pentingnya cara pandang baru dalam penegakan hukum. Penggunaan hukuman alternatif seperti pengawasan di luar penjara diharapkan bisa menciptakan kembali individu ke dalam masyarakat tanpa stigma negatif dari penjara.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa proses hukum harus bersifat restoratif. Hal ini berarti menargetkan pemulihan hubungan antara pelanggar, korban, dan masyarakat, yang menjadi bagian penting dari tujuan hukum yang manusiawi.
Transformasi Paradigma dalam Hukum Pidana Indonesia
Paradigma reintegrasi sosial yang diperkenalkan dalam KUHP baru berfokus pada pemulihan, bukan hanya hukuman. Penekanan pada alternatif hukuman yang lebih ringan bertujuan untuk mengurangi jumlah narapidana di lembaga pemasyarakatan, yang seringkali penuh sesak.
Salah satu poin penting dalam pembaruan ini adalah ketentuan untuk kasus tindak pidana dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun. Hakim akan memiliki kebijakan untuk menjatuhkan sanksi yang tidak melibatkan penjara, seperti pengawasan atau hukuman sosial lainnya.
Dengan pendekatan baru ini, diharapkan akan ada pengurangan stigma sosial terhadap pelanggar hukum. Sistem ini tidak hanya mendorong penegakan hukum yang lebih berkeadilan tetapi juga memperhatikan potensi reintegrasi pelanggar ke dalam masyarakat.
Dalam konteks ini, bukan hanya pelanggar hukum yang diuntungkan, tetapi juga masyarakat sebagai keseluruhan. Konsep hukum yang lebih rehabilitatif diharapkan meminimalisir potensi pengulangan kejahatan oleh individu yang telah menjalani sanksi.
Penerapan Sanksi Alternatif dalam Praktek Hukum
Penerapan sanksi alternatif menjadi langkah penting dalam mewujudkan KUHP baru yang lebih manusiawi. Sanksi seperti kerja sosial memungkinkan pelanggar untuk memberi kontribusi positif kepada masyarakat dan belajar dari kesalahan mereka.
Misalnya, pelanggaran kecil seperti pencurian bisa diatasi dengan hukuman kerja sosial di mana pelanggar terlibat dalam proyek komunitas yang bermanfaat. Ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk memperbaiki dan berkontribusi, sehingga lebih mendekatkan mereka kembali pada masyarakat.
Dalam kajian ini, penting untuk melibatkan masyarakat. Keterlibatan publik dalam proses rehabilitasi menjadi kunci keberhasilan penerapan sanksi alternatif. Hal ini dapat membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya rehabilitasi.
Pengawasan di luar penjara juga menjadi pilihan menarik bagi hakim. Dalam hal ini, pelanggar berada di bawah pengawasan dan harus memenuhi syarat tertentu, sehingga tetap menjalani proses rehabilitasi tanpa memasukkan mereka ke dalam lembaga pemasyarakatan.
Manfaat Jangka Panjang dari Reintegrasi Sosial dalam Sistem Hukum
Reintegrasi sosial dalam KUHP baru diharapkan membawa manfaat jangka panjang. Dengan mengurangi jumlah narapidana, negara dapat menghemat biaya dalam pengelolaan lembaga penahanan. Selain itu, dengan lebih sedikitnya orang di penjara, relasi sosial di masyarakat bisa lebih harmonis.
Pentingnya pemulihan hubungan juga menyentuh aspek psikologis. Pelanggar yang diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk kembali berkontribusi positif kepada masyarakat, mengurangi potensi konflik di masa depan.
Kuota pengawasan dan kerja sosial yang ditempuh diharapkan dapat menciptakan pelanggar yang lebih bertanggung jawab. Mereka yang berpartisipasi dalam sanksi alternatif memiliki kemampuan untuk belajar dari kesalahan mereka dan menemukan jalan kembali ke jalur yang benar.
Dengan mengalihkan fokus dari hukuman berat ke rehabilitasi, nilai-nilai kemanusiaan dalam hukum dapat terjaga. Semangat baru ini diharapkan akan membangun generasi masa depan yang lebih produktif dan bertanggung jawab.















