Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, baru-baru ini mengusulkan agar Presiden memiliki wewenang langsung dalam memilih Kapolri tanpa melalui proses politik di DPR. Usulan ini memicu beragam reaksi dari berbagai kalangan, termasuk partai politik dan anggota lembaga legislatif.
Bendahara Umum DPP Partai NasDem, Ahmad Sahroni, menanggapi bahwa pemikiran ini tidak sesuai dengan realitas politik di Indonesia. Menurutnya, jabatan Kapolri tidak bisa dipisahkan dari aspek politik, karena Presiden sendiri berasal dari partai politik.
Dia menekankan bahwa meskipun proses pemilihan Kapolri melibatkan politik, bukan berarti kinerja Kapolri akan terpengaruh oleh transaksi politik. Proses uji kelayakan dan kepatutan dilakukan untuk memastikan rekam jejak dan kompetensi calon pemimpin Polri.
Anggota DPR nonaktif ini menjelaskan bahwa penting bagi parlemen untuk menjalankan fungsi pengawasan dalam pemilihan Kapolri. Dengan cara ini, pengawasan terhadap calon pimpinan Polri bisa tetap dilakukan demi menjaga integritas dan profesionalisme institusi kepolisian.
Penjelasan Tentang Wewenang Presiden dalam Pemilihan Kapolri
Usulan Jimly Asshiddiqie mengisyaratkan adanya keinginan untuk menyederhanakan proses pemilihan Kapolri. Namun, Ahmad Sahroni mempertanyakan apakah langkah itu benar-benar akan membawa dampak positif bagi institusi kepolisian dan masyarakat. Tanpa adanya mekanisme pengawasan, bisa jadi kekuasaan Presiden akan menjadi terlalu dominan.
Proses uji kelayakan di parlemen berfungsi sebagai check and balances untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Sahroni menunjukkan bahwa keberadaan DPR dalam proses ini bukan sekadar formalitas, melainkan langkah penting yang mendukung transparansi.
Ketersediaan ruang untuk pendapat publik dalam proses pemilihan juga perlu diingat. Keterlibatan masyarakat dalam memberikan masukan kepada calon Kapolri bisa menjadi indikator bahwa institusi kepolisian terbuka dan responsif terhadap kebutuhan publik.
Risiko Jika Pemilihan Kapolri Sepenuhnya di Tangan Eksekutif
Sahroni mengingatkan bahwa menyerahkan sepenuhnya proses pemilihan Kapolri kepada eksekutif dapat menciptakan potensi dominasi kekuasaan. Ini berisiko mempengaruhi independensi polisi dalam menjalankan tugas mereka, yang seharusnya berdasarkan prinsip pelayanan publik.
Lebih lanjut, jika pemilihan Kapolri sepenuhnya ditentukan oleh Presiden, hal ini dapat mengubah persepsi publik terhadap kepolisian. Masyarakat mungkin akan lebih skeptis terhadap keputusan yang diambil karena kurangnya transparansi dalam proses tersebut.
Kepolisian sebagai lembaga yang seharusnya melindungi dan melayani publik harus tetap menjaga integritasnya. Oleh karena itu, penting untuk mempertahankan mekanisme pengawasan yang kuat agar tugas dan fungsi kepolisian tidak disusupi oleh agenda politik.
Pentingnya Keterlibatan Umum dalam Proses Pemilihan Kapolri
Keterlibatan masyarakat dalam proses pemilihan Kapolri tidak hanya simbolis, tetapi juga esensial untuk memastikan bahwa polisi tetap akuntabel. Partisipasi ini menciptakan tanggung jawab sosial yang lebih besar bagi calon Kapolri dalam menjalankan tugasnya setelah terpilih.
Pemilihan Kapolri yang transparan dan akuntabel akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. Masyarakat berhak mengetahui latar belakang dan visi misi calon pemimpin mereka untuk fisi kepolisian yang lebih baik.
Oleh karena itu, kebijakan yang mengutamakan keterlibatan publik harus terus diperjuangkan. Proses ini menciptakan sinergi antara kepolisian dan masyarakat, yang pada akhirnya akan berkontribusi pada keamanan dan ketertiban di masyarakat.















