Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor menekankan pentingnya penguatan peran Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit dalam pengambilan keputusan di sektor ketenagakerjaan. Dalam pandangannya, LKS harus lebih dari sekadar forum penyelesaian sengketa; mereka perlu bertindak sebagai wadah strategis untuk memastikan hubungan industrial yang harmonis.
Hal ini disampaikan Afriansyah saat menghadiri Kongres ke-VII Federasi Pertambangan dan Energi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (FPE KSBSI). Kongres yang mengusung tema “Buruh Tangguh, Kerja Aman, Keluarga Tenang” ini diharapkan dapat menjadi momen untuk memperkuat dialog sosial di sektor yang sangat vital ini.
“Peran serikat pekerja sebagai mitra setara di meja perundingan sangatlah penting,” tambahnya. Tujuannya adalah untuk menghasilkan Perjanjian Kerja Sama yang dapat diterima oleh semua pihak dan bersifat progresif dalam jangka panjang.
Afriansyah menjelaskan bahwa transformasi hubungan industrial berlandaskan pada tiga pilar utama yang saling berkaitan. Pilar pertama adalah penguatan dialog sosial yang harus proaktif dan tidak hanya menanggapi konflik yang terjadi.
Pilar kedua berfokus pada kesejahteraan dan keselamatan kerja yang lebih dari sekadar pemenuhan norma. Kesehatan dan keselamatan kerja harus menjadi prioritas untuk menciptakan lingkungan yang layak bagi pekerja.
Pilar ketiga adalah modernisasi dan peningkatan keterampilan, yang sangat penting untuk menjaga daya saing. Dalam konteks zaman yang terus berkembang, terutama dengan adanya revolusi industri 4.0, program pelatihan yang relevan sangat diperlukan.
Perlunya Dialog Sosial yang Proaktif di Sektor Ketenagakerjaan
Pentingnya LKS Bipartit sebagai wadah untuk dialog sosial semakin ditekankan oleh Afriansyah. Dia menyatakan bahwa dialog harus berjalan secara berkesinambungan untuk mencapai kesepakatan yang mutakhir dan dapat diterima semua pihak.
“Menciptakan kesepakatan jangka panjang harus menjadi tujuan utama,” katanya. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua belah pihak, baik pekerja maupun pengusaha, perlu bekerja sama untuk membangun kesepakatan yang saling menguntungkan.
Kesejahteraan pekerja adalah bagian integral dari dialog sosial ini. Menurutnya, kesepakatan harus mencakup hak-hak dasar pekerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan nyaman. Dalam konteks ini, Afriansyah juga mengingatkan pentingnya keselamatan kerja sebagai hal yang tidak dapat ditawar.
“Tanpa adanya keselamatan, produksi tidak akan pernah optimal,” ujarnya. Keselamatan menjadi hak mutlak yang harus dijunjung tinggi dalam setiap aktivitas kerja, sehingga pekerja dapat menjalankan tugasnya tanpa rasa khawatir.
Kesejahteraan dan Keselamatan Kerja Sebagai Pilar Utama
Kesejahteraan dan keselamatan kerja menjadi dua aspek yang saling mendukung dalam menciptakan hubungan industrial yang sehat. Keduanya harus dipandang dari perspektif yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada aspek upah semata.
Afriansyah menjelaskan bahwa kesejahteraan mencakup berbagai hal, seperti kesehatan mental dan fisik pekerja. Oleh karena itu, pengawasan terhadap kondisi kerja perlu dilakukan secara terus-menerus.
“Kemnaker tidak akan berhenti pada pengawasan semata,” katanya. Ada rencana untuk menerapkan berbagai skema jaminan sosial yang lebih komprehensif agar semua pekerja di sektor ini merasa aman dan terlindungi.
Dalam pandangannya, jaminan sosial tidak hanya terbatas pada asuransi kesehatan. Namun juga mencakup aspek-aspek lain yang dapat meningkatkan kualitas hidup pekerja dan keluarganya.
Peran Serikat Pekerja dalam Peningkatan Keterampilan
Serikat pekerja memiliki peran vital dalam mendorong program pelatihan yang relevan. Dalam era digital saat ini, keterampilan yang sesuai dengan perkembangan industri menjadi sangat penting.
Afriansyah mengajak para pengusaha untuk memimpin program pelatihan, terutama di bidang energi baru terbarukan. Transformasi ke arah industri yang lebih berkelanjutan menjadi pilihan yang sangat tepat dan relevan.
“Program Skilling, Upskilling, dan Reskilling harus dilakukan secara masif untuk menghadapi tantangan di masa depan,” sambungnya. Hal ini mencakup adaptasi terhadap teknologi baru yang terus menerus berkembang.
Dengan pelatihan yang tepat, pekerja akan lebih siap menghadapi tantangan yang akan datang. Kualitas sumber daya manusia yang handal akan menjadi kekuatan dalam persaingan global.
Afriansyah juga menekankan pentingnya serikat pekerja untuk aktif dalam proses ini. Mereka diharapkan dapat menjadi penghubung antara pekerja dan pengusaha dalam menyusun kurikulum pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan industri.
Kongres Sebagai Basis Pembentukan Visi Jangka Panjang
Kongres ke-VII FPE KSBSI diharapkan menjadi ajang strategis untuk menyusun visi jangka panjang bagi pekerja di sektor pertambangan dan energi. Afriansyah menekankan perlunya merumuskan langkah-langkah konkret yang bisa membawa dampak signifikan dalam jangka 20 tahun ke depan.
“Jangan terjebak dalam program jangka pendek,” ujarnya. Sebaliknya, peserta kongres harus mampu menciptakan rencana yang lebih jauh ke depan, agar bisa dijalankan oleh generasi berikutnya.
Dia berharap agar Kongres ini menjadi titik tolak untuk mewujudkan warisan yang positif. Untuk mencapai tujuan tersebut, kolaborasi antara semua pihak sangatlah diperlukan.
“Ayo gunakan momen ini untuk merumuskan program yang berkelanjutan dan berdampak,” pungkasnya. Penggerak utama dari semua program ini adalah serikat pekerja dan pengusaha sebagai pengambil keputusan yang saling melengkapi.
Dengan pelaksanaan yang baik, hasil kongres ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik bagi semua pekerja. Transformasi ini bukan hanya untuk saat ini, tetapi juga untuk masa depan yang lebih baik bagi seluruh sektor ini.















