Tren properti di Indonesia menjelang akhir tahun 2025 menunjukkan berbagai dinamika menarik yang patut dicermati. Dengan pergeseran preferensi konsumen ke kawasan-kawasan yang memiliki mobilitas tinggi serta infrastruktur yang matang, perkembangan terbaru ini membutuhkan perhatian lebih dari berbagai pihak, terutama para pengembang dan calon pembeli yang ingin berinvestasi di sektor properti.
Pasar hunian sekunder nasional menghadapi situasi yang cenderung tenang menjelang penutupan tahun. Stagnasi harga rumah dan penurunan suplai menunjukkan adanya sikap menunggu dari pemilik properti dan calon pembeli yang semakin berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi.
Hasil laporan terbaru menunjukkan harga rumah secara nasional stagnan pada bulan November 2025. Penurunan suplai hunian sekunder yang tercatat sebesar 0,3% secara bulanan menandakan adanya penyesuaian pasar di akhir tahun yang tidak hanya disebabkan oleh faktor eksternal, tetapi juga oleh sikap konsumtif yang lebih rasional.
Dengan banyak pemilik properti memilih untuk tidak mengedarkan listing mereka, ini menunjukkan ada keengganan untuk bertransaksi hingga awal tahun baru. Hal ini menandakan pasar properti di Indonesia sedang melalui fase penyesuaian sebelum kembali bergerak dinamis di tahun 2026.
Marisa Jaya, Kepala Riset, menyatakan bahwa stagnasi harga dan penurunan suplai adalah kondisi musiman yang umum dan bukan pertanda melemahnya permintaan. “Konsumen cenderung menunggu momentum yang tepat untuk mengambil keputusan yang lebih besar,” ujarnya.
Kawasan Strategis Menjadi Incaran Pemilik Properti
Di tengah situasi pasar yang stagnan, minat pencarian hunian justru menunjukkan peningkatan di kawasan-kawasan yang memiliki mobilitas tinggi. Merujuk kepada data terbaru, Tangerang menjadi lokasi paling diminati dengan kontribusi pencarian sebesar 14,3% dari total pencarian nasional.
Pendorong utama minat ini di Tangerang adalah jaringan tol utama yang menghubungkan wilayah tersebut dengan pusat bisnis di Jakarta Barat dan Selatan. Selain itu, pertumbuhan kawasan BSD, Alam Sutera, dan Gading Serpong menjadi daya tarik tambahan bagi peminat properti.
Jakarta Selatan juga mencatatkan porsi pencarian yang signifikan sebesar 12,2%. Hal ini dipengaruhi oleh sistem transportasi yang terintegrasi, seperti MRT, dan akses tol strategis yang menghubungkan kawasan residensial dengan pusat bisnis.
Sementara itu, Jakarta Barat menarik 10,9% pencarian, didorong oleh akses langsung ke CBD Jakarta dan berkembangnya klaster hunian baru. Dalam hal ini, konsep hunian vertikal dan landed yang semakin lengkap dengan fasilitas juga menjadi daya tarik tersendiri.
Dinamika Harga Properti di Berbagai Kota
Pergerakan harga di pasar properti menunjukkan perbedaan yang signifikan antar kota. Kota Bandung tercatat mengalami kenaikan bulanan tertinggi sebesar 1,0%, diikuti oleh Jakarta dengan kenaikan 0,2%. Kondisi ini menunjukkan bahwa ada daerah yang tetap menunjukkan ketahanan dalam harga rumah meskipun secara umum pasar melambat.
Secara tahunan, Denpasar menjadi kota yang memimpin dengan kenaikan harga rumah mencapai 3,4%, diikuti Medan dan Bekasi yang masing-masing mencatatkan kenaikan 2,1% dan 1,5%. Ini membuktikan bahwa investasi di sektor properti di beberapa kota masih sangat menarik meskipun ada penurunan suplai secara nasional.
Namun, data juga menunjukkan bahwa secara umum, suplai rumah sekunder nasional mengalami penurunan tahunan hingga 8,6%. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak pemilik properti yang memilih untuk menahan aset mereka sampai kondisi pasar dinilai lebih optimal untuk bertransaksi.
Preferensi Konsumen Pada Ukuran dan Lokasi Hunian
Segmen ukuran hunian menjadi fokus dalam tren permintaan di pasar properti. Rumah berukuran kecil di pusat kota menghadapi lonjakan permintaan yang signifikan. Misalnya, rumah dengan ukuran ≤60 m² di Jakarta Pusat mengalami peningkatan permintaan hingga 28% secara tahunan.
Di lain pihak, Bekasi menunjukkan peningkatan minat pada rumah tipe menengah, sementara Yogyakarta tetap mempertahankan permintaan yang kuat untuk hunian berukuran besar. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi, ukuran, dan aksesibilitas menjadi pertimbangan utama bagi konsumen dalam memilih properti.
Dengan semakin tingginya kesadaran konsumen tentang lokasi yang strategis, pengembang diharapkan dapat menyesuaikan penawaran mereka dengan mengedepankan kualitas dan kemudahan aksesibilitas. Kebutuhan akan ruang yang lebih efisien juga menjadi fokus utama di tahun-tahun mendatang.
Proyeksi dan Prospek Pasar Properti di 2026
Meskipun pasar properti menghadapi tantangan di akhir 2025, sejumlah kota masih menunjukkan ketahanan harga yang menjanjikan. Seperti yang dinyatakan oleh Marisa, kota-kota seperti Bekasi, Medan, dan Denpasar berhasil mempertahankan tren kenaikan harga yang positif.
Dengan adanya harapan akan penurunan suku bunga dan ekspektasi stabilitas ekonomi yang lebih baik, proyeksi pasar hunian di 2026 diharapkan dapat kembali berkembang secara lebih dinamis. Ini merupakan sinyal positif bagi para pengembang dan investor untuk memulai kembali aktivitas transaksi yang terhenti.
Dengan begitu, pasar hunian Indonesia di akhir 2025 mencerminkan pergeseran perilaku konsumen yang semakin rasional dan selektif. Fokus utama kini terarah pada mobilitas dan kualitas infrastruktur kawasan, yang pada gilirannya akan menjadi fondasi penting bagi potensi pemulihan dan pertumbuhan pasar properti nasional di tahun depan.















