Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis Papua baru-baru ini menyelenggarakan aksi damai untuk memperingati satu tahun insiden pelemparan bom molotov ke kantor redaksi Jubi. Insiden tersebut terjadi pada 16 Oktober 2024 dan memicu perhatian luas terkait keselamatan jurnalis di Papua.
Pimpinan Redaksi Media Jujur Bicara (Jubi), Jean Bisay, menekankan pentingnya penuntasan kasus ini agar tidak terjadi lagi kekerasan terhadap media. Aksi ini merupakan bentuk seruan kepada pihak aparat penegak hukum untuk segera merespons dan menjelaskan perkembangan penyelidikan yang terkesan berjalan lambat.
Insiden Pelemparan Bom Molotov dan Takutnya Jurnalis di Papua
Insiden pelemparan bom molotov ke kantor Jubi terjadi dini hari, mengakibatkan kerusakan burukan serta kepanikan di kalangan jurnalis yang bertugas di Papua. Situasi ini menimbulkan rasa ketidakpastian, baik dalam hal keamanan fisik maupun kebebasan dalam menjalankan tugas jurnalistik.
Jean Bisay mengungkapkan, meski telah hampir setahun berlalu, perkembangan kasus ini tampak minim. Pihaknya menduga bahwa kasus ini berjalan di tempat, tanpa kejelasan dari pihak berwajib mengenai status penyelidikan.
Masyarakat dan jurnalis setempat merasa resah dengan lambannya proses hukum. Kejadian tersebut menunjukkan perlunya hak jurnalis dijaga dan ditegakkan tanpa adanya intimidasi dari pihak manapun.
Tuntutan Keadilan untuk Jurnalis yang Terdampak
Koalisi Advokasi telah melakukan berbagai upaya, termasuk menyampaikan surat kepada Polresta Jayapura Kota untuk meminta kejelasan. Namun, meskipun sudah ada komunikasi, jenjang pembahasan kasus ini masih sangat minim, dan banyak pihak merasa frustrasi dengan kurangnya aksi nyata dari aparat penegak hukum.
Dalam surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan, ada rencana gelar perkara yang melibatkan beberapa pihak, namun hingga kini belum ada informasi lebih lanjut. Keadaan ini membuat masyarakat bertanya-tanya akan kepastian hukum yang seharusnya didapat.
Pihak koalisi juga telah berusaha untuk menyuarakan hak-hak jurnalis hingga ke tingkat nasional, termasuk mendatangi Dewan Pers. Namun, hasil yang ditunggu-tunggu belum kunjung datang, menambah kekecewaan di kalangan advokat dan jurnalis di Papua.
Pentingnya Perlindungan Hukum bagi Kebebasan Pers di Papua
Simon Baab, Sekretaris Koalisi Advokasi Jurnalis Papua, menegaskan bahwa lambatnya proses hukum ini mencerminkan lemahnya komitmen untuk melindungi kebebasan pers. Ia mencatat, walaupun telah dilakukan berbagai upaya, hasil yang nyata masih jauh dari harapan.
Koalisi mendesak agar kepolisian segera mengumumkan nama-nama pelaku yang terlibat serta menyampaikan hasil penyelidikan secara terbuka. Penanganan transparan sangat penting untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
Serangan terhadap kantor media adalah bentuk intimidasi yang tak bisa ditolerir. Hal ini menuntut kesadaran semua pihak mengenai pentingnya menjalankan kebebasan pers dengan cara yang sesuai dengan undang-undang, bukan melalui aksi kekerasan.
Berharap Perubahan dan Keberanian dalam Menyampaikan Kebenaran
Peristiwa pelemparan bom molotov ke kantor Jubi menjadi stigmatisasi bagi jurnalis yang bekerja di lingkungan yang penuh risiko. Insiden tersebut memperlihatkan tantangan yang harus dihadapi para jurnalis di Papua yang berjuang untuk mengungkapkan kebenaran dan menjalankan pekerjaannya.
Para jurnalis diharapkan tidak hanya mendapatkan keadilan, tetapi juga perlindungan yang memadai agar bisa menjalankan tugasnya secara aman dan bebas. Perhatian publik bersama solidaritas terhadap profesi ini sangat penting untuk menuntaskan persoalan yang ada.
Kita perlu mendorong agar semua pihak memberi dukungan, baik itu lembaga pemerintah maupun masyarakat sipil, untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi para jurnalis. Keselamatan mereka sangat penting dalam rangka menjaga demokrasi dan kebebasan informasi di Papua.