Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan Baktiar Najamudin, baru-baru ini memberikan penghargaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) atas keputusan yang mengabulkan permohonan Judicial Review (JR) terhadap Undang-Undang Cipta Kerja. Keputusan ini dianggap sebagai langkah penting dalam memberikan perlindungan lebih lanjut bagi masyarakat adat yang hidup di kawasan hutan di seluruh Indonesia.
Permohonan JR tersebut diajukan oleh Sawit Watch untuk menentang perubahan dalam UU Nomor 18 Tahun 2013 yang berkaitan dengan pencegahan perusakan hutan. Pengubahan tersebut dilakukan melalui UU Nomor 6 Tahun 2023 yang menetapkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 menjadi Cipta Kerja.
Menurut Sultan, keputusan dari MK ini memberikan fondasi hukum yang kuat untuk masyarakat adat yang telah lama tinggal di kawasan hutan dan memahami cara melindungi keanekaragaman hayati di sekitar mereka. Dengan demikian, masyarakat ini diharapkan dapat terus memainkan peran penting dalam menjaga kelestarian hutan Indonesia.
Signifikansi Keputusan Mahkamah Konstitusi untuk Masyarakat Adat
Keputusan MK tersebut tidak hanya menjadi kemenangan bagi masyarakat adat, tetapi juga merupakan pengakuan jelas dari negara terhadap hak-hak mereka. Sultan menekankan bahwa masyarakat adat adalah entitas yang paling memahami pola perlindungan lingkungan di kawasan mereka.
Ia juga menunjukkan bahwa keputusan ini sangat relevan dengan upaya DPD RI dan DPR untuk menerapkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberikan perlindungan lebih terhadap masyarakat yang memiliki hubungan erat dengan hutan.
Selain itu, keputusan MK ini juga memberikan jaminan perlindungan dari potensi kriminalisasi bagi masyarakat adat dengan alasan pelanggaran hukum. Ini menjadi langkah penting dalam membebaskan mereka dari beban hukum yang sering kali tidak adil.
Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat dan Dampaknya
Sultan menambahkan bahwa keputusan MK harus menjadi momentum untuk mempercepat proses pengesahan Rancangan UU Masyarakat Adat yang saat ini sedang ditangani oleh DPD RI. UU ini diharapkan akan menjadi landasan hukum yang kokoh dalam pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di Indonesia.
Menurutnya, undang-undang tersebut tidak hanya penting untuk memastikan hak-hak masyarakat adat, tetapi juga untuk mempertahankan keberlanjutan budaya mereka. Hal ini dapat membawa dampak positif pada banyak aspek kehidupan sosial masyarakat.
RUU Masyarakat Adat dirancang untuk memberikan alat hukum yang jelas bagi masyarakat dalam mengelola sumber daya hutan. Dengan adanya pengaturan yang baik, keberlanjutan budaya dan sosial mereka akan lebih terjamin.
Implikasi Hukuman Terhadap Pengelolaan Hutan yang Berkelanjutan
Keputusan MK Nomor 181/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada 16 Oktober menunjukkan bahwa masyarakat adat tidak perlu mendapatkan izin dari pemerintah sebelum membuka kebun di hutan. Asalkan kegiatan tersebut dilakukan untuk kebutuhan sendiri, keputusan ini menjadi penting dalam konteks masyarakat yang telah lama bergantung pada hutan untuk kehidupan mereka.
Melalui keputusan ini, MK juga menyatakan bahwa beberapa pasal dalam Undang-Undang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Masyarakat adat yang hidup di dalam hutan kini mendapatkan pengecualian dari kewajiban perizinan, yang diharapkan dapat memperkuat hak-hak mereka.
Dengan demikian, keputusan ini berpotensi untuk memperkuat komitmen negara dalam menjaga kelestarian hutan dan memberikan peluang bagi masyarakat adat untuk mengelola sumber daya hutan secara berkelanjutan.