Indonesia saat ini berada di persimpangan yang krusial dalam perjalanan menuju cita-cita besar yakni Indonesia Emas 2045. Dengan kekayaan alam melimpah dan potensi luar biasa dari generasi muda, harapan untuk mencapai tujuan ini tampak semakin konkret.
Namun, tantangan yang dihadapi pun tidak sedikit. Upaya untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi revolusi industri, terutama dalam hal kecerdasan buatan, menjadi salah satu hal yang mesti diperhatikan dengan serius.
Pernyataan ini disampaikan oleh berbagai tokoh penting dalam acara Reuni dan Seminar Nasional Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia di Universitas Brawijaya, Malang. Pembicara menekankan peran krusial pendidikan dan pembinaan sumber daya manusia dalam mencapai visi Indonesia emas ini.
Pentingnya Kualitas Sumber Daya Manusia untuk Masa Depan
Dalam diskusi tersebut, rektor Universitas Brawijaya, Prof. Widodo, menekankan bahwa perbaikan kualitas sumber daya manusia adalah kunci untuk mewujudkan impian tersebut. Dia mengatakan bahwa hanya sekitar 13 persen penduduk Indonesia yang memiliki gelar sarjana, sementara animo untuk melanjutkan pendidikan tinggi sangat besar.
Namun, masalah biaya dan pola pikir masyarakat sering kali menghambat akses terhadap pendidikan tinggi. Menurutnya, pemerintah perlu melakukan evaluasi dalam strategi dan alokasi anggaran untuk meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air.
“Setiap pemimpin memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa semua potensi yang dimiliki Indonesia dapat dieksplorasi dan dimaksimalkan demi kemakmuran rakyat,” jelasnya, menekankan pentingnya dukungan kebijakan yang lebih baik dalam sektor pendidikan.
Dimensi Demokrasi dan Keterlibatan Masyarakat Sipil
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, menyoroti keadaan demokrasi yang sedang mengalami tantangan di Indonesia. Dia mencatat bahwa saat ini institusi demokrasi telah banyak digunakan untuk kepentingan kelompok-kelompok tertentu, yang bisa merugikan banyak warga negara.
Beliau juga menyebutkan bahwa penangkapan sejumlah aktivis yang berusaha menyuarakan aspirasi masyarakat menunjukkan adanya masalah besar dalam penguatan demokrasi. Namun, kondisi ini tak berarti tanpa harapan, karena banyak gerakan masyarakat sipil serta generasi muda yang terus berjuang untuk kebaikan.
“Gerakan masyarakat sipil, termasuk pers mahasiswa, berfungsi sebagai oase di tengah kegelapan demokrasi yang terjadi,” tambahnya, memberikan semangat bagi mereka yang terus berupaya menjalankan prinsip-prinsip demokrasi yang sehat.
Pandangan Pesimistis dan Harapan untuk Masa Depan
Aktivis sosial Inayah Wahid juga memberikan pandangannya mengenai tantangan yang dihadapi dalam upaya mencapai Indonesia Emas 2045. Dia mengungkapkan sejumlah masalah, mulai dari penegakan hukum, kerusakan lingkungan, hingga maraknya praktik korupsi sebagai tantangan berat.
Meski demikian, Inayah mendorong masyarakat sipil untuk tetap berkomitmen dalam menjalankan peran mereka sebagai penggerak perubahan. Dia menekankan pentingnya solidaritas untuk menjaga nilai-nilai demokrasi di tengah segala tantangan yang ada.
“Kalaupun saat ini terasa berat, istirahatlah, tetapi jangan pernah berhenti. Perjuangan kita mungkin dimulai dari hal kecil, tapi jika konsisten, itu akan membesar,” ujarnya, memberikan dorongan kepada aktivis muda untuk terus bergerak.
Peran Alumni dalam Membangun Masa Depan Indonesia
FAA PPMI, sebagai wadah alumni pers mahasiswa dari seluruh Indonesia, telah berkomitmen untuk menjadi jembatan bagi ide dan inovasi dalam membangun masa depan bangsa. Didirikan pada 24 Januari 2015, organisasi ini mengumpulkan ribuan alumni yang kini berkarya di berbagai sektor.
Dari akademik, politik, hingga bisnis, anggota FAA PPMI aktif dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka berusaha untuk menjadi suara dan agen perubahan di masyarakat, baik melalui media maupun berbagai interaksi sosial lainnya.
Seluruh pemimpin organisasi ini sepakat bahwa kolaborasi dan sinergi antar alumni sangat penting untuk menghasilkan gagasan-gagasan yang dapat membangun Indonesia yang lebih baik di masa depan.













