Raja Keraton Yogyakarta yang juga Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, akan berangkat ke Solo, Jawa Tengah, pada Selasa (3/11). Kepergian beliau bertujuan untuk melayat Raja Keraton Surakarta, Pakubuwono XIII, yang telah meninggal dunia pada Minggu (2/11) kemarin.
Pergi ke Solo merupakan langkah penting bagi Sultan. Dia ingin menyampaikan rasa duka cita dan penghormatan terakhir kepada pemimpin Keraton yang telah berjasa tersebut.
“Saya akan ke sana besok siang, bukan hari Rabu,” jelas Sultan di Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, dalam pernyataan yang disampaikan pada hari Senin siang. Hal ini menunjukkan niat tulusnya untuk menyampaikan rasa belaskasihan kepada keluarga almarhum.
Rasa duka cita tersebut diungkapkan oleh Sultan kepada keluarga besar Kasunanan Surakarta. Dia berharap agar mereka diberi ketabahan menghadapi kehilangan ini, yang pastinya sangat berat bagi mereka.
Pernyataan Duka Cita dan Tradisi Kehormatan
Sultan Hamengku Buwono X juga mengungkapkan betapa pentingnya untuk menghormati tradisi yang ada. “Sebagai bentuk penghormatan, Keraton Yogyakarta tidak akan membunyikan gamelan hingga pemakaman dilakukan,” ujarnya. Ini merupakan bagian dari tradisi yang telah lama ada antara Keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Menjaga tradisi dalam momen berduka adalah hal yang dianggap serius. Sultan menjelaskan, “Jika ada yang wafat antara Keraton Jogja dan Solo, biasanya kita menunda segala aktivitas yang melibatkan suara untuk menghormati yang telah pergi.” Hal ini mencerminkan nilai-nilai dan hubungan erat antara dua keraton tersebut.
Sikap saling menghormati ini menjadi refleksi dari nilai-nilai luhur budaya Jawa. Dalam kebudayaan ini, kematian tidak dilihat sekadar sebagai fase akhir, tetapi juga sebagai momen untuk merayakan kehidupan yang telah dijalani oleh almarhum.
Lokasi Pemakaman Raja Pakubuwono XIII
Jenazah Raja Pakubuwono XIII direncanakan akan dimakamkan di Kedhaton Girimulyo, Pajimatan Imogiri. Lokasi ini menjadi tempat istirahat terakhir bagi beberapa raja sebelumnya, termasuk Pakubuwono XII, yang merupakan ayahanda beliau, yang meninggal pada tahun 2004.
Kedhaton Girimulyo juga menjadi tempat peristirahatan bagi Raja Keraton Surakarta lainnya, yakni Pakubuwono X dan XI. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya tempat tersebut bagi kerajaan dan tradisi yang melekat di dalamnya.
Menurut penjelasan dari Panewu atau Camat Imogiri, Slamet Santosa, prosesi pemakaman akan dilakukan dengan khidmat. Sementara itu, Slamet juga menekankan bahwa lokasi pemakaman PB XIII bersifat sementara sebelum proses pemindahan ke lokasi yang lebih permanen dilakukan.
Persiapan Pemakaman dan Tradisi yang Dilaksanakan
Para abdi dalem di Pajimatan Imogiri pun sedang berfokus pada persiapan pemakaman. “Saat ini, mereka sudah mulai menggali liang lahat dan menyiapkan berbagai kebutuhan untuk prosesi pemakaman,” ungkap Slamet. Keberadaan mereka sangat vital dalam menjaga agar segala sesuatunya berjalan sesuai dengan tradisi.
Dalam persiapan ini, mereka juga akan menyiapkan keranda serta busana untuk membawa jenazah. “Kita memerlukan sekitar 25 orang untuk membantu mengangkat keranda jenazah menggunakan bambu,” jelasnya, menyoroti betapa pentingnya keterlibatan masyarakat dalam tradisi ini.
Menurut rencana, jenazah PB XIII akan tiba di Imogiri pada Rabu siang. Sebelum dimakamkan, jenazah akan terlebih dahulu diserahterimakan di tempat transit atau peristirahatan bagi raja-raja yang akan dimakamkan.
Ritual dan Prosesi Pemberian Penghormatan Terakhir
Setelah prosesi serah terima selesai, jenazah akan dibawa ke Bangsal Palereman yang terletak di depan Masjid Kagungan Ndalem Pajimatan Imogiri. Tempat ini menjadi penting sebagai lokasi peristirahatan sebelum dimakamkan, mencerminkan betapa dihargainya setiap momen dalam proses berpulangnya seorang raja.
“Proses ini disebut ‘dilerenke’, di mana jenazah akan diistirahatkan sebentar sebelum dikebumikan,” tutur Slamet. Kata-kata ini menunjukkan kedalaman makna dan simbolisme dalam setiap langkah yang diambil dalam ritual tersebut.
Pemakaman PB XIII tak hanya menjadi hari berkabung bagi keluarga, tetapi juga bagi seluruh masyarakat yang menghormati sosoknya. Dalam perjalanan sejarah Keraton Surakarta, mereka selalu mengingat jasa dan pengorbanan para pemimpin mereka.















