Pada hari Rabu yang lalu, majelis hakim di Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan vonis 11 tahun penjara kepada seorang dokter residen yang terlibat dalam kasus pemerkosaan. Vonis ini diberikan setelah diangap terbukti bersalah melakukan tindak pidana kekerasan seksual terhadap tiga perempuan di rumah sakit tempatnya bekerja.
Putusan tersebut menggambarkan seriusnya tindakan yang dilakukan oleh terdakwa, yang seharusnya menjalankan tugas profesionalnya dengan integritas. Keputusan majelis hakim ini mengundang perhatian masyarakat, terutama terkait isu keselamatan perempuan di lingkungan medis.
Hakim Ketua Lingga Setiawan menyampaikan bahwa tindakan terdakwa melanggar beberapa pasal dalam Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dia juga menjelaskan tentang hak korban untuk mendapatkan ganti rugi yang layak akibat tindakan hukum yang merugikan mereka.
Vonis Memprihatinkan dan Kewajiban Restitusi kepada Korban
Majelis hakim menganggap bahwa Priguna Anugerah Pratama melanggar sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022. Vonis 11 tahun penjara ini menunjukkan betapa seriusnya hukum memperlakukan kasus kekerasan seksual.
Di samping itu, hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp100 juta kepada terdakwa. Apabila terdakwa tidak mampu membayar denda tersebut, maka dia akan menjalani hukuman tambahan selama tiga bulan.
Selain pidana pokok, terdakwa juga dijatuhi tuntutan untuk membayar restitusi yang totalnya mencapai Rp137 juta. Jumlah ini mencakup kerugian yang dialami oleh tiga korban selama proses hukum dan pemulihan mereka.
Detail Tuntutan Ganti Rugi kepada Ketiga Korban
Restitusi yang dibebankan kepada terdakwa terdiri dari beberapa komponen berdasarkan kerugian yang diderita oleh ketiga korban. Untuk korban FH, jumlah ganti rugi yang dituntut mencapai Rp79.429.000.
Sementara untuk korban NK, jumlah yang dituntut adalah Rp49.810.000, dan untuk korban FPA sebesar Rp8.640.000. Total keseluruhan restitusi menunjukkan betapa besar dampak yang ditimbulkan oleh tindakan kriminal tersebut.
Hakim dalam putusannya juga mencermati dengan seksama perbuatan Priguna yang meresahkan masyarakat. Tindakan pemerkosaan yang dilakukannya tidak hanya tergolong sebagai pelanggaran hukum, tetapi juga sebagai pelanggaran etika profesi yang seharusnya dijunjung tinggi oleh seorang tenaga medis.
Pembelaan Hukum dan Kondisi Psikologis Terdakwa
Meskipun putusan hakim sudah dijatuhkan, kuasa hukum Priguna, Aldi Rangga Adiputra, mengisyaratkan ketidakpuasan terhadap keputusan tersebut. Ia menyebutkan bahwa mereka masih mempertimbangkan opsi untuk mengajukan banding.
Aldi mengungkapkan bahwa kliennya didiagnosis menderita penyakit mental akibat bipolar. Dia menyatakan bahwa informasi mengenai kondisi tersebut telah dikemukakan oleh saksi ahli di sidang sebelumnya.
Pembelaan ini menunjukkan bahwa dalam sistem hukum, kondisi mental dan latar belakang terdakwa sering kali menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Meskipun demikian, tindakan kriminal yang dilakukan tetap harus mendapat konsekuensi hukum yang tegas dan sesuai dengan hak korban.















