Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, menegaskan pentingnya kolaborasi dalam pengelolaan serta pengawasan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurutnya, pengawasan MBG tidak bisa hanya diandalkan pada Badan Gizi Nasional (BGN) tetapi juga melibatkan berbagai pihak terkait agar lebih efektif.
Dalam konteks ini, Cucun mengusulkan perlunya Peraturan Presiden (Perpres) kolaboratif untuk melibatkan kementerian kesehatan, BPOM, dan pemerintah daerah. Dengan langkah ini, diharapkan pengawasan akan lebih optimal dan mencegah terulangnya insiden serupa.
“Kami ingin mendorong pembuatan perpres yang kolaboratif, sehingga pengawasan tidak hanya menjadi tanggung jawab BGN. Keterlibatan semua pihak diperlukan untuk mencegah terjadinya keracunan masal,” ungkap Cucun saat meninjau dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kecamatan Cipongkor, Bandung Barat.
Pentingnya Kolaborasi dalam Program Makan Bergizi Gratis
Peninjauan ini dilakukan setelah terjadinya keracunan massal di Kecamatan Cipongkor yang melibatkan lebih dari seribu orang. Insiden ini menggugah kesadaran akan kebutuhan pengawasan yang lebih ketat pada program yang dirancang untuk meningkatkan gizi anak-anak Indonesia.
Cucun dan Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail, tiba di dapur SPPG pada sore hari dengan tujuan mengecek keamanan makanan yang diproduksi. Mereka berharap dengan adanya kunjungan ini, pengawasan akan lebih ditingkatkan, terutama dalam proses penyajian makanan.
Selama kunjungan, Cucun menekankan bahwa pengawasan terhadap MBG perlu diintensifkan. Ia mengakui bahwa kasus keracunan masal tidak seharusnya menjadi alasan untuk menghentikan program yang memiliki tujuan mulia, yaitu memperbaiki gizi anak-anak.
Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis Pasca Keracunan
Berkaca dari insiden tersebut, Cucun menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program MBG. Ia mengingatkan bahwa pengawasan harus mencakup setiap aspek, termasuk rantai pasokan makanan dan siapa yang bertanggung jawab memasok bahan-bahan tersebut.
Pentingnya pelibatan ahli gizi juga menjadi sorotan dalam diskusi ini, terutama untuk kelompok rentan seperti ibu hamil dan menyusui. Cucun berpendapat bahwa setiap dapur SPPG harus memiliki standar operasional yang jelas agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Dalam kesempatan ini, ia menekankan bahwa semua pihak yang terlibat dalam dapur harus memahami pentingnya keamanan pangan. Dari proses pengadaan bahan hingga penyajian, semua harus diawasi dengan ketat agar kejadian serupa dapat dicegah di masa depan.
Langkah Lanjutan dari Komisi IX DPR dalam Mengatasi Masalah ini
Wakil Ketua Komisi IX DPR, drg Putih Sari, juga menyoroti pentingnya koordinasi lintas kementerian dalam pengelolaan MBG. Ia menatakan bahwa keterlibatan Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja, dan BGN sangat penting untuk memastikan bahwa penyajian makanan di dapur SPPG memenuhi standar yang ditetapkan.
Putih Sari menjelaskan bahwa petugas yang mengelola dapur SPPG harus memiliki sertifikasi agar dapat menjalankan tugas mereka dengan baik. Kualitas makanan yang disajikan harus selalu diperhatikan untuk menghindari insiden keracunan di kemudian hari.
Komisi IX DPR juga berencana untuk mengevaluasi berbagai dapur SPPG di seluruh daerah untuk memastikan mereka dapat beroperasi dengan baik. Putih Sari berharap dengan adanya pelatihan dan sertifikasi, kualitas makanan yang disajikan dapat ditingkatkan.
Meningkatkan Standar Keamanan Pangan di Sekolah dan Pusat Penyajian Makanan
Anggota lain Komisi IX, Ashabul Kahfi, menekankan pentingnya evaluasi terhadap dapur-dapur yang bermasalah. Ia menegaskan bahwa meskipun ada kasus keracunan, program MBG tidak boleh dihentikan, melainkan diperbaiki berdasarkan evaluasi yang dilakukan.
Dalam penanganan kasus keracunan ini, Kepala BGN, Dadan Hindayana, juga memberikan penjelasan. Ia menyatakan bahwa keracunan di Kabupaten Banggai Kepulauan disebabkan oleh pergantian pemasok, namun langkah-langkah untuk memperbaiki kualitas makanan telah dilakukan.
Sejak mulai dilaksanakan, program MBG telah menjadi sorotan publik akibat laporan tentang masalah gizi yang tidak sesuai, temuan bahan makanan yang tidak layak, hingga kasus keracunan yang merugikan banyak siswa. Semua masalah ini memerlukan perhatian untuk memastikan bahwa program yang bertujuan baik tidak terhambat.